Selasa, 31 Maret 2020

KEBUDAYAAN KABUKI, KESENIAN TEATER ASAL JEPANG



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Drama panggung musikal atau lebih singkatnya musikal, merupakan kebudayaan yang cukup baru di Jepang. kebudayaan ini baru berkembang ketika tahun 2000an dengan maraknya musikal adaptasi anime dan manga di Jepang. Drama panggung di Jepang sendiri sudah lama dikenal oleh masyarakat Jepang, lewat kabuki serta seni panggung tradisional lainnya.
Berbicara tentang kebudayaan Jepang, ada banyak hal yang bisa membuat kita semua kagum. Negara-negara di dunia memang diciptakan berbeda, lengkap dengan kebudayaan yang juga berbeda. Jepang unik, begitupun dengan negara-negara lain, termasuk Indonesia. Secara garis besar, kebudayaan yang ada di banyak negara memiliki "payung" yang sama. Seperti tarian, musik, pertunjukkan teater, cerita rakyat, mitologi, pakaian khas dan hal-hal lain yang umum. Kebudayaan Jepang pun demikian.
Di antara sekian banyak produk kebudayaan Jepang, sajian menarik berupa pertunjukkan teater menjadi salah satu andalan negara sakura ini. Teater yang dimiliki oleh kebudayaan Jepang ini pada dasarnya hampir sama dengan teater yang ada di Indonesia. Namun, penggunaan berbagai perlengkapan separti kostum, make up dan bahasa saja yang tentu saja berbeda.
Kabuki merupakan salah satu kebudayaan Jepang yang termasuk jenis seni teater karena memiliki unsur cerita yang dipadukan dengan seni tari dan musik. Dalam pertunjukan kabuki, seluruh peran dimainkan laki-laki, termasuk peran perempuan. Para pemain mengenakan kostum mencolok dan sangat mewah. Make-up-nya terbilang dramatis untuk menonjolkan sifat dan karakter tokoh. Penting kiranya untuk membedah nilai-nilai yaang terkandung dalam budaya Jepang, salah satunya adalah Kabuki sebagai karya seni yang merupakan bagian kebudayaan Jepang.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu Kabuki?
2.      Apa saja keunikan dari teater Kabuki?
3.      Nilai apa saja yang terdapat di Kabuki?

C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui apa itu Kabuki, bagaimana sejarah singkatnya.
2.      Untuk mengetahui keunikan apa saja yang ada di Kabuki yang menjadi pembeda dengan teater lain.
3.      Untuk mengetahui nilai apa saja yang terkandung dalam pementasan Kabuki.



BAB II
ISI

A.    Sejarah Kabuki
Kabuki adalah salah satu bagian kebudayaan Jepang. Kabuki dalam perkembangannya mengalami perubahan dan tetap eksis dalam masa modernisasi. Kabuki ini memiliki makna yang mampu menginspirasi masyarakat Jepang sehingga harus tetap dilestarikan. Kabuki adalah teater Jepang yang menggabungkan karakter lagu, tari dan aksi tindakan yang diwariskan secara turun-temurun dari bapak ke anak lelaki dalam suatu keluarga.
Sejarah kabuki dimulai tahun 1603 dengan pertunjukan dramatari yang dibawakan wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu , Kyoto. Kemungkinan besar Okuni adalah seorang miko asal kuil Izumo Taisha , tapi mungkin juga seorang kawaramono (sebutan menghina buat orang kasta rendah yang tinggal di tepi sungai). Identitas Okuni yang benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tari yang dibawakan Okuni diiringi dengan lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian mencolok seperti laki-laki dan bertingkah laku tidak wajar seperti orang aneh (kabukimono), sehingga lahir suatu bentuk kesenian garda depan (avant garde).
Pertunjukkan Kabuki biasanya lebih dikenal di kalangan masyarakat menengah. Pada awalnya, pertunjukan ini diperankan baik oleh laki – laki maupun perempuan. Akan tetapi, para pemain kabuki perempuan banyak yang mengalami pelecehan dan menjadi lebih populer dengan prostitusi dan tarian – tarian yang sensual. Hal ini lah yang pada akhirnya menyebabkan adanya larangan bagi perempuan untuk bermain seni peran tersebut. Peran perempuan dalam Kabuki diperankan oleh laki – laki yang disebut “onnagata”. Setelah perempuan dilarang untuk bermain lakon di teater ini oleh pemerintah, Izumo-no-Okuni kembali ke Izumo dan tinggal di kuil kecil dengan Izumo Taisha.
Seiring dengan waktu, pertunjukan teater kabuki semakin berkualitas. Apresiasi dari pemerintah dan kalangan kelas atas yang semakin meningkat, tetater ini menjadi semakin populer di Jepang. Selama Perang Dunia II, teater ini mengalami kerugian yang luar biasa besar dan kehilangan banyak pemainnya. Butuh waktu beberapa dekade untuk memulihkan dan melatih jumlah aktor yang memadai untuk menggantikan mereka yang menjadi korban perang. Pada saat ini, seni teater Kabuki masih cukup terkenal dan cukup sering dipentaskan di Jepang. Para aktor – aktor Kabuki masih terus memainkan dan mementaskan seni drama ini untuk menjaga kelestarian budaya mereka.

B.     Keunikan dari Teater Kabuki
Keunikan dari teater Kabuki yaitu dilihat dari unsur musik pengiringnya, dalam seni teater kabuki ini menggunakan beberapa macam instrumen musik sebagai pengiring, diantaranya yaitu taiko seperti gendang, kemudian shamisen yang merupakan alat musik khas jepang yang menyerupai gitar namun hanya bersenar tiga, dan ada juga tsuzumi yang hampir serupa dengan genderang yang dipukul tangan. Selain instrumen ada pun jenis musik yang digolongkan menjadi tiga yaitu (1) Osatsume: merupakan ekspresi musik yang muncul hanya pada adegan yang menakutkan; (2) Kiyomoto: merupakan ekspresi musik yang digunakan untuk pengiring narasi; (3) Nagauta: merupakan nyanyian indah yang disajikan dalam berbagai alur cerita yang merupakan musik terpenting dalam pertunjukkan seni teater kabuki. Selain ketiga musik tersebut tidak lupa juga salah satu musik yang terpenting dalam kabuki yakni Hyosigi. Hyosigi ini merupakan musik yang dimainkan saat layar dibuka dan juga saat penutupan layar.
Selanjutnya yaitu dilihat dari unsur pemainnya, seperti yang sudah dijelaskan diawal pemeran seni teater kabuki saat ini semuanya adalah pria dewasa, namun dalam pertunjukkan ada beberapa pemain pria yang memerankan peran sebagai wanita. Peran wanita ini disebut juga onnagata atau tateoyama. Dari peran wanita terdapat 3 tingkatan dalam seni teater kabuki yaitu :
a) Hime dan machimusume: atau yang kita kenal sebagai wanita muda.
b) Okugata dan sewayobo: atau kita kenal sebagai wanita dewasa.
c) Fukeoyama: atau kita kenal sebagai wanita tua.
Selain itu pada seni teater tradisional kabuki ini ada juga 2 jenis peran dasar yaitu wagoto dan aragoto. Wagoto merupakan jenis dasar seni teater tradisional kabuka yang mencerminkan tentang realitas kehidupan masyarakat kota Jepang yang berkembang di daerah Kansai. Karakter utamanya bersifat naturalisme dan inti ceritanya menceritakan tentang kisah cinta antara pria dan wanita. Sedangkan Aragoto merupakan jenis peran yang menggambarkan semangat masyarakat kota di daerah Edo. Aragoto ini bersifat antagonis seperti sombong, kasar dan keras kepala. Peran Aragoto ini biasanya dipakai ke dalam cerita kepahlawanan, semangat yang berkobar, kegagahan, sehingga hampir tidak terlihat unsur lemah lembutnya sama sekali alias bertentangan dengan Wagoto. Oleh sebab itu pada make up pemain Aragoto ini biasanya dibuat warna merah terang, hitam, dan biru. Warna-warna tersebut biasa disebut kumadori yang diyakini oleh masyarakat Jepang melambangkan kekuatan manusia yang sangat besar.
Keunikan selanjutnya yaitu pada panggung pementasan seni teater tradisional kabuki ini terdapat 6 bagian utama yaitu:
a) Atoza : merupakan bagian belakang panggung. Tempat ini diisi oleh para pemain musik pengiring yang biasa disebut ayashikata.
b) Wakiza : merupakan bagian samping kanan panggung. Tempat ini diisi oleh penyanyi yang biasanya berjumlah sekitar 8 atau 9 orang. 
c) Honbutai : merupakan panggung utama, tempat dimana pertunjukan kabuki berlangsung.
d) Hanamichi : merupakan panggung yang terletak sebelah kiri dan kanan yang berupa lorong panjang hingga menerobos diantara kursi penonton, namun pada umumnya yang sering digunakan bagian sebelah kiri.
e) Mawari Butai : merupakan panggung yang bisa berputar dan digerakkan oleh petugas dari bawah panggung, namun saat ini karena sudah canggih panggung digerakkan oleh tenaga listrik. Mawari Butai ini berfungsi untuk mengganti peralihan babak atau latar belakang dengan cepat. 
f) Oozeri : merupakan panggung mini yang sudah dipersiapkan diawal untuk akses naik turun para lakon seni teater kabuki.
Jika dilihat dari unsur penggunaan dialog, dalam seni teater tradisional kabuki ini fungsi dialog adalah untuk memperjelas serta mengekspresikan setiap adegan dengan jelas. Unsur dialog dalam seni teater kabuki ini mulai banyak dikenal dikarenakan akibat dari larangan pemerintahan Bufuku yang tidak mengizinkan adanya tarian serta lagu yang membangkitkan nafsu birahi. Oleh karena itu munculah dilog yang memperkuat ekspresi yang dilakukan masih dalam batas wajar. Dari dialog tersebut munculah cerita aragoto yang dibuat oleh Ichikawa Danjuro dengan naskah pertamanya yang berjudul “Shintenno Osamadachi”. Dialog ini ditampilkan pertama kali di Edo pada tahun 1637. 
Dan yang terakhir yaitu, kostum yang super-mewah, make-up yang mencolok (kumadori), serta penggunaan peralatan mekanis untuk mencapai efek-efek khusus di panggung. Make-up menonjolkan sifat dan suasana hati tokoh yang dibawakan aktor. Kebanyakan lakon mengambil tema masa abad pertengahan atau zaman Edo, dan semua aktor, sekalipun yang memainkan peranan sebagai wanita, adalah pria.

C.     Nilai yang Terkandung dalam Pementasan Kabuki
Kategori nilai dalam Drama Kabuki adalah sebagai berikut :
a.       Nilai Estetis
Nilai Estetis ini tercermin dalam keseluruhan pementasan Kabuki dari musik pengiring, taritarian, peran, dan panggung. Musik menunjang gerakan para pemeran sesuai dengan tema cerita sehingga terjadi keindahan yang harmonis. Tata panggung, warna, dan make up yang sesuai dengan tema cerita memiliki peranan yang penting dalam memperindah dan menyempurnakan pementasan Kabuki. Ronald Cavaye (1993:74) menegaskan bahwa musik merupakan sesuatu unsur yang sangat penting dalam Kabuki.
b.      Nilai Sosial
Nilai sosial ini ditunjukkan oleh adanya keharmonisan dalam keseluruhan pementasan drama Kabuki ini. Pemeran wanita tua memiliki tanggung jawab terhadap pemeran yang lebih muda. Artinya bahwa kesuksesan dan kesempurnaan dalam pementasan Kabuki ini ditentukan oleh adanya kerjasama dan tanggung jawab dari para pemeran.
c.       Nilai Kepahlawanan
Nilai kepahlawan tercermin dalam tema cerita dan peran para pemain. Nilai kepahlawanan ini ditunjukkan oleh peran yang dimainkan oleh pemain dengan tema yang ada.
d.      Nilai cinta
Nilai cinta ini tercermin dalam tema cerita yang diperankan para pemain dalam pementasan Drama Kabuki ini. Dalam pementasan terdapat suatu kekeluargaan yang terjalin karena terlalu seringnya berkumpul dalam suatu wadah seni yang sama.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Kabuki adalah teater Jepang yang menggabungkan karakter lagu, tari dan aksi tindakan yang diwariskan secara turun-temurun dari bapak ke anak lelaki dalam suatu keluarga. Keunikan dari teater Kabuki yaitu dilihat dari unsur musik pengiringnya, dalam seni teater kabuki ini menggunakan beberapa macam instrumen musik sebagai pengiring; unsur pemainnya, seperti yang sudah dijelaskan diawal pemeran seni teater kabuki saat ini semuanya adalah pria dewasa, namun dalam pertunjukkan ada beberapa pemain pria yang memerankan peran sebagai wanita; Keunikan selanjutnya yaitu pada panggung pementasan seni teater tradisional kabuki ini terdapat 6 bagian utama; Jika dilihat dari unsur penggunaan dialog, dalam seni teater tradisional kabuki ini fungsi dialog adalah untuk memperjelas serta mengekspresikan setiap adegan dengan jelas; kostum yang super-mewah, make-up yang mencolok (kumadori), serta penggunaan peralatan mekanis untuk mencapai efek-efek khusus di panggung. Make-up menonjolkan sifat dan suasana hati tokoh yang dibawakan aktor. Kategori nilai yang terkandung dalam Kabuki yaitu ada nilai estetik yang ditumbulkan karena pementasannya, nilai sosial yang menunjukan keharmonisan dalam seluruh pementasan Kabuki ini, nilai kepahlawanan ditunjukan dengan tema yang dibawakan, dan yang terakhir yaitu nilai cinta yang didasarkan atas unsur kekeluargaan yang terjalin karena berada dalam satu wadah seni.
B.     Saran
Kita sebagai penerus bangsa Indonesia mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa seperti apa yang ada dalam makalah ini kebudayaan di Jepang sangat di jaga dan dilestarikan supaya tidak tergeser seiring berkembangnya IPTEK.





DAFTAR PUSTAKA

Sudarsih, Sri. Tth. E-Jurnal Nilai-Nilai dalam Kabuki di Jepang. Diambil dari: file:///C:/Users/User/Downloads/15462-37305-1-PB.pdf




Triana, Tantri. 2015. KABUKI : KESENIAN TEATER KHAS NEGARA TIRAI BAMBU. Diambil dari: http://kumpulan-jurnal-keren.blogspot.co.id/2015/01/jurnal-tentang-kabuki_5.html


Chuumon, Nakama no. 2017. Uniknya Budaya Jepang Kabuki: Tarian atau Seni Teater. Diambil dari: http://uniknyajepang.blogspot.co.id/2017/02/uniknya-budaya-jepang-kabuki-tarian.html





Analisis Dekonstruksi Penokohan Tokoh Retno dalam Naskah Teater “Mega-mega”


I.       PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Kata teater sendiri berasal dari kata theatron dari bahasa Yunani, yang berarti “tempat untuk menonton”. Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah, penafsiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public dan audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan arti luas. Teater dalam arti luas adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis). Dalan arti sempit, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk, dan lain-lain.
Konsep dasar seni teater terdiri atas dua aspek yaitu aspek apresiasi dan kreasi. Namun, karena keterbatasan SDM aspek yang sering diajarkan terkait dengan aspek apresiasi yang seharusnya aspek kreasi lebih dikedepankan. Berikut beberapa konsep dasar seni teater, diantaranya yaitu :
Seni teater meliputi keterampilan olah rasa, olah pikir, olah tubuh, dan olah suara yang dalam pementasannya memadukan seni sastra, seni peran, seni gerak, seni rupa, seni tari, dan seni musik.
a)         Seni sastra merupakan konsep penting untuk pementasan teater. Bentuknya berupa naskah, yang terdiri dari beberapa komposisi yaitu suku kata, komposisi kata, komposisi kalimat, sampai dengan komposisi dialog utuh yang membentuk karakter dan cerita.
b)         Seni peran memberikan keterampilan kepada seseorang untuk memerankan karakter tokoh tertentu yang ditulis dalam naskah drama. Keterampilan ini membutuhkan gabungan olah rasa, olah pikir, olah tubuh, dan olah suara.
c)         Seni gerak pada umumnya merupakan keterampilan untuk  memindahkan gerakan-gerakan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dalam pemeranan tokoh cerita. Gerak yang dilatih sesuai dengan kebutuhan pementasan drama.
d)         Dalam pementasan drama, seni rupa dibutuhkan dalam segi tata artistik panggung, dekorasi, properti, busana, dan tata rias.
e)         Seni tari digunakan untuk menjadi gerak simbolis berirama dan artistik yang menjadi nilai artistik pementasan drama.
f)          Seni musik digunakan untuk mengiringi pementasan drama. Iringan ini tidak sekadar ilustrasi tetapi sudah disesuaikan dengan makna cerita dalam pementasan drama.
g)         Olah rasa mengedepankan pada penghayatan peran dalam pementasan drama. Dalam tingkatan awal olah rasa merupakan pengekspresian perasaan tertentu yang merupakan reaksi dari suatu situasi dan kondisi. Dalam tingkatan lanjut olah rasa merupakan gabungan pengekspresian berbagai perasaan, yang kadang-kadang perubahannya begitu cepat.
h)         Olah pikir merupakan keterampilan dalam memahami logika proses kehidupan yang ditampilkan dalam drama. Pada umumnya olah pikir ini berorientasi hukum kausal.
i)          Olah tubuh berfungsi sebagai pelatihan kelenturan gerak otot-otot dan sendi tubuh yang akan digunakan untuk mengekspresikan peran tokoh tertentu dalam pementasan drama. Olah tubuh sangat berperan dalam membantu seseorang memerankan tokoh tertentu.
j)          Proses pembelajaran kreasi seni teater untuk lakon perannya pada umumnya dilakukan secara bertahap, mulai dari pelatihan konsentrasi, pernapasan, suara, gerak, penghayatan, akting, dan bloking.
Dalam makalah ini, kami akan menganalisis dekonstruksi penokohan tokoh Retno dalam Naskah teater “Mega-mega”. Merupakan naskah drama  karya Arifin C. Noer yang ditulis pada tahun 1967. Sesuai dengan isu tahun 1967, naskah ini bercerita tentang kehidupan kaum marjinal dengan berbagai macam watak yang mewakili elemen-elemen masyarakat.

B.   Teori

1.      Teori Strukturalisme
Teori strukturalisme merupakan suatu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya yang bersangkutan. Karena makalah ini membahas tentang naskah drama “Mega-mega”, maka teori strukturalisme ini menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun naskah drama “Mega-mega”.
Unsur pembangun naskah drama adalah ada unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, amanat, teks samping, dan dialog. Sedangkan unsur ekstrinsik berupa nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonomi, nilai moral, nilai religius, dan nilai politik.
2.      Teori Dekonstruksi
Dekontruksi berasal dari kata de + contruktio (latin). Pada umumnya de berarti ke bawah, pengurangan, atau terlepas dari. Sedangkan kata contruktio berarti bentuk, susunan, hal menyusun, hal mengatur. Dekontruksi dapat diartikan sebagai pengurangan atau penurunan intensitas bentuk yang sudah tersusun, sebagai bentuk yang sudah baku.
Prinsip-prinsip yang terdapat pada teori dekontruksi adalah:
1.      Melacak unsur-unsur aporia (makna paradoks, makna kontradiktif, dan makna ironi).
2.      Mengembalikan atau merubah makna-makna yang sudah dikonvensionalkan.
Teori dekonstruksi yang menarik dari pemikiran Derrida adalah kemampuannya untuk mengubah pikiran kita tentang dunia, termasuk di dalamnya tentang kematian, kehidupan, budaya, filsafat, sastra, dan tentang poitik. Dengan demikian Derrida tidak hanya menggambarkan maksud teks-teks yang dibacanya secarapersis, tetapi juga mengubahnya menjadi teks yang memiliki makna baru.


II.     ISI

A.     Analisis Teori Struktural pada Naskah “Mega-Mega”
Unsur pembangun naskah drama adalah ada unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
1.      Unsur Intrinsik
a.      Tema
1)    Tema Mayor
Tema mayor pada naskah “Mega-Mega” adalah keprihatinan seorang ibu yang melihat anak-anaknya yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini disampaikan oleh tokoh utama, yaitu Mae. Mae ingin anak-anak angkatnya mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, meskipun nantinya dia akan ditinggalkan juga.
Pembuktiannya sebagai berikut:
MAE         : Retno. Dekatlah kemari.
RETNO    : (mendekati Mae) Saya tidak akan pergi, Mae. Saya tidak mau.
MAE         : Mae akan mengatakan sesuatu.
RETNO    : Kali ini saya akan mendengarkan lebih dari yang pernah saya lakukan.
MAE           : Kau memang anak perempuan saya. Kau cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tidak tahu (diam) Sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae; Pergilah dengan Tukijan.
RETNO    : (menangis dan memeluk) Tidak, Mae. Saya tidak bisa.
MAE           : Tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka ajal? Tidak ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada. Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan Mae? (Retno menggeleng kepalanya) Tidak, bukan? Mae juga tidak mau kau tinggalkan.
2)    Tema Minor
Tema minor pada naskah “Mega-Mega” adalah kehidupan kaum marjinal pada tahun 1967, di mana keadaan perekonomian Indonesia masih sulit. Tema ini disampaikan oleh tokoh-tokoh yang ada dalam naskah. Selain itu, digambarkan juga oleh latar, suasana.
Pembuktiannya sebagai berikut:
Pada dialog “Apa kata Mae? Nguli saja, nguli saja. Kau nekat coba-coba nyopet. Nguli lebih baik dari apapun yang dapat kau lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang yang suka. Tapi Mae sudah terlalu tua. Cari kerja untuk orang semacam Mae yang tidak punya tempat tinggal tentu sangat sukar. Orang takut kepada kita. Orang sukar percaya. Percayalah Panut. kalau nguli kau bisa merasa senang.” Menggambarkan bahwa sulitnya kehidupan kaum marjinal, terutama dalam hal pekerjaan.
b.      Tokoh dan Penokohan
1)    Tokoh Utama
Tokoh utama dalam naskah “Mega-Mega” adalah tokoh Mae. Tokoh Mae berwatak memiliki watak yang penyayang, keibuan, dan sabar. Pembuktiannya sebagai berikut:
MAE           : Kau memang anak perempuan saya. Kau cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tidak tahu (diam) Sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae; Pergilah dengan Tukijan.
RETNO      : (menangis dan memeluk) Tidak, Mae. Saya tidak bisa.
MAE             : Tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka ajal? Tidak ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada.
2)    Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan pada naskah “Mega-Mega” adalah Retno, Panut, Koyal, Tukijan, dan Hamung.
a)    Tokoh Retno
Retno berwatak yang liar, penggoda, tidak sopan, tetapi penyayang.
Berwatak penggoda digambarkan dengan dialog antar tokoh:
( Sejenak tak ada bicara. Tiba-tiba Retno berhenti menyanyi sebab ada seorang pemuda lewat)
MAE         : Saya kira enak mbarang. Cobalah. Tidak salahnya. Kenapa?
RETNO    : Diam (pada yang lewat). Mampir Mas!
( Pemuda itu cuma lewat tapi jels ia naik nafsu )
Watak penyayang juga digambarkan dengan dialog antar tokoh.
RETNO    : (memotong) Mae.
MAE           : Retno. Mae sayang sekali padamu. Pada Hamung, pada Tukijan, pada Koyal, pada Panut dan pada siapa saja yang memandang Mae sebagai Ibunya, Seperti juga Mae sangat sayang pada Mas Ronggo (diam) Ia kena lahar (diam) Retno, diam-diam perasaan Mae remuk waktu Tukijan pamit tadi pagi. Tambah lagi Hamun dan Panut.
RETNO    : Sudahlah Mae.
HAMUNG: Ya Mae. Retno akan tinggal di sini dan akan selalu bersama Mae.
MAE         : Keinginan Mae memang begitu juga, tetapi sebaliknya bagi Retno….
HAMUNG: Setidak-tidaknya dia tidak akan melupakan Mae (menguap)
RETNO      : Percayalah Mae. Kami tak akan begitu saja melupakan Mae. Kami juga menganggap diri kami sebagai putra-putri Mae yang nakal-nakal...
b)    Panut
Berwatak memiliki watak yang jail dan polos. Digambarkan dengan dialog antar tokoh dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh. Watak jail dibuktikan pada dialog berikut:
PANUT    :(menunjuk-nunjuk perutnya dengan mulutnya)
bbbbb….aaaaa..a….bbbb..bbb..aaaa.
MAE         : (jantungnya bergertar sangat cepat) Kenapa? Kenapa kau? Kenapa kau? Kenapa kau, Panut? Panut?
PANUT    : bbbbb….aaaaaa..bbb….
MAE         : Gustiku. Gusti Pangeran. Kenapa? Gusti. Kenapa kau jadi bisu?
PANUT    : (menggeleng-geleng) AAAaaaaa..aaa..bbbbb..
MAE         : (menangis) Gusti. Saya jadi bingung. Siapa yang salah? Kenapa? Panut, anakku Panut.
( Tiba-tiba Panut tertawa sangat keras)    
c)      Koyal
Memiliki watak optimis dan mempunyai khayalan tinggi. Digambarkan dengan dialog antar tokoh sebagai berikut:
MAE         : ( riang ) Anakku dapat lotre!
KOYAL     : (bangga) Hampir Mae.
MAE         : Syukur. Syukurlah. Hampir.
KOYAL       : Kau lihat, Mung. Pada koran ini tertulis : “hadiah seratus juta jatuh pada nomer 432480, Solo”, sedangkan punyaku 432488. Ha, beda satu, kan? (tertawa senang) Hampir aku menang. Betul tidak?
HAMUNG : Belum menang sudah hilang ingatan.
KOYAL         : Tak ambil pusing aku. Yang penting aku hampir menang. Artinya tak lama lagi aku pasti menang. Kau lihat, Muung. (menunjukan lot yang lain) Nih, aku sudah beli lagi. tidak cuma itu malah.

d)    Tukijan
Memiliki watak pendiam dan emosional. Digambarkan oleh pengarang dengan keterangan samping.
(Muncul seorang laki-laki sebaya dengan Hamung. Agaknya orang ini pendiam tapi matanya tajam dan segera mengesankan sebagai seorang lelaki yang penuh kesungguhan. Namun ia juga emosionil. Dia langsung duduk disebelah Mae. Retno tidak pernah melihat kepadanya. Hamung bangkit.)

e)    Hamung
Memiliki watak yang santai. Hal ini digambarkan dengan dialog antar tokoh:
KOYAL     : He, Mung siapa orang tuamu?
HAMUNG  : Tidak tahu. (tertawa) Mengerti? (tertawa) Karena itu kenapa saya mesti ambil pusing? Yang penting sekarang saya ada. Sebab itu saya harus memberi diri saya makan.
c.         Latar
Latar pada suatu drama itu mencakup tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana
1)    Latar Tempat
Latar pertama yaitu berada di Jogjakarta yang menyebutkan makanan khas Jogja yaitu gudeg dan tempat pasar Beringharjo.
Disampaikan dengan dialog antar tokoh:
KOYAL  : Mae?
MAE      : Mae? Mae ingin makan.
RETNO : Makan gudeg.
MAE      : Iya, gudeg.
KOYAL  : Ke mana, Mung?
HAMUNG: Ke mana saja.
MAE      : Ke tempat di mana kita paling sering dihina orang.
KOYAL  : Ke pasar Gede Beringharjo.
MAE      : Itu salah satunya. Tapi baik juga.
KOYAL  : Ayo, Siap semua.    

Latar yang kedua yaitu pohon beringin. Dibuktikan dengan:
(Beberapa saat sebelum layar disingkirkan, kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan sebuah tembang Jawa. Kemudian penonton akan menyaksikan perempuan muda itu menyanyi dengan gairah sekali. Ia berdiri dan bersandar pada batang beringin yang tua berkeriput itu. Di antara jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Ia biasa dipanggil kawan-kawannya dengan panggilan Retno.)
2)    Latar Waktu
Latar waktu yang pertama yaitu malam hari. Digambarkan dengan keterangan samping berikut:
(Mereka bercakap tanpa saling menengok dan keduanya menerima cahaya listrik dari lampu yang tergantung pada tiang listrik yang berhadapan dengan beringin itu).

Latar waktu yang kedua yaitu pagi hari. Digambarkan dengan keterangan samping berikut:
(Adzan subuh berkumandang di udara di sela-sela garis cahaya fajar yang lembut. Lalu Mae muncul lagi)

3)    Latar Suasana
Latar suasana yang pertama yaitu sepi. Digambarkan dengan keterangan samping berikut:
(Sepeninggal Retno, Mae dicekam suasana sepi. Ia menatap keliling : Kegelapan dan kesenyapan. Ia menggigil. Dingin. Takut. Aneh. Angin kencang lewat. Ia tersenyum waktu matanya bertemu dengan bulan yang gendut dilangit. Dan ia pun keramaian dirinya dengan khayalan-khayalan. Sekonyong-konyong ia marah. Ia membayangkan seakan ia kini mengorek-ngorek bulan itu).

Latar suasana yang kedua yaitu tegang. Dibuktikan dengan:
Ketika Tukijan marah kepada Koyal karena Koyal memegang paha Retno.
(Sekali Tukijan menempeleng pipi Koyal dan Koyal menangis meraung-raung)
TUKIJAN : Lagi?
KOYAL     : …….tidak…..
TUKIJAN : Bajingan!
(Sekali lagi Tukijan menempeleng pipi Koyal dan Koyal meraung-raung kesakitan sehingga karenanya Mae terkejut dan terjaga dari tidurnya. Jantung perempuan tua itu kencang berdenyut. Segera ia masuk ke dalam persoalan itu).
MAE         : Eee ada apa ini? Kenapa? Jan, jangan pukul dia.
TUKIJAN : Bangsat!
MAE         : Ada apa? Kenapa?
TUKIJAN    : Kamu telah menghina saya, Yal. Kamu telah mengejek saya. Berapa kali telah saya katakan tentang ini semuua? Kamu boleh, boleh melakukan apa saja dengan dia. Siapa bisa melarang? Memang dia lonte. Saya tahu, Yal. Dia lonte. Karena itu tidak ada yang bisa melarang kau berbuat apa saja dengan dia. Tidak peduli kamu tidak waras. Tapi jangan di muka hidung saya. Berapa kali telah saya katakan? Jangan di muka saya. Semua kawan mengerti. Tapi diam-diam rupanya kamu memancing-mancing amarah saya.

Latar yang ketiga yaitu sedih. Dibuktikan dengan:
Ketika Mae ditinggal anak-anaknya.tergambar pada dialog yang diucapkan
MAE         : Gusti Pangeran. (anaknya bangun) Kau babngun, sayang. Kau tertawa, sayang. (memainkan anak itu) Nah, cah bagus. Kita tak pernah mendapatkan, tapi selalu meraa kehilangan. (memejamkan mata) Tak ada. Sama saja gustiku, cuma kita berdua.

d.         Alur dan Pengaluran
1)         Alur
Alur pada naskah “Mega-Mega” menggunakan alur campuran. Pada naskah drama ini menceritakan kejadian dari awal hingga akhir, tetapi di pertengahan jalan cerita, tokoh Retno mengingat ketika masih mempunyai anak. Jadi, naskah drama “Mega-Mega” menggunakan alur maju mundur. Pembuktian alur mundurnya sebagai berikut:

RETNO        : Sejak gadis dulu aku mengidamkan dapat melahirkan anak laki-laki. Anak itu laki-laki dengan mata yang teduh seperti kolam. Hatiku selalu bergetaran menyanyi setiap kali bertemu dengan mata itu. Tapi makin lama mata itu makin kering sebab bapaknya tidak pernah melakukan apa-apa. Suatu ketika aku sakit. (lama diam) Anak itu sakit. Kelaparan. Ia mati. Sejak itu aku hampir gila oleh perasaan kecewa dan kesal. (diam) Suatu hari suamiku pulang setelah menuntaskan bergelas-gelas arak. Bukan main aku marah. Dan sekonyong nasib turut campur. Rumah itu terbakar (gerahamnya merapat ketat) Setan! Setan!
MAE             : Pendeknya kalian berdua. Kalian berdua salah. Kalian malas. Kalau anak itu sekarang masih hidup, barangkali ia sudah cukup mampu menolong kau. Saya yakin kau sangat menyesal dan suatu ketika kau bisa gila bila kau merasa kangen kepada anak yang malang itu.
2)     Pengaluran
a)     Pengenalan
(1)       Pengenalan Peristiwa
Beberapa saat sebelum layar disingkirkan, kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan sebuah tembang Jawa. Kemudian penonton akan menyaksikan perempuan muda itu menyanyi dengan gairah sekali. Ia berdiri dan bersandar pada batang beringin yang tua berkeriput itu. Di antara jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Ia biasa dipanggil kawan-kawannya dengan panggilan Retno.
Sementara itu, disebelahnya seorang perempuan tua bersandar. Ia adalah seorang perempuan tua dengan bentuk bibir yang selalu nampak tersenyum dan dengan kelopak matanya yang biru. Senyum itu rupanya ditujukan pada suatu harapan yang telah lama dinantikanya ; tak kunjung tiba. Adapun malam yang selalu ia isi dengan perhatian itu agaknya hanya memberikan warna gelap pada sekeliling matanya. Ia biasa dipanggil Mae.
(2)       Pengenalan Konflik
Satu demi satu alur merekam kisah mereka, mulanya diisi oleh kebingungan Panut sebagai seorang anak muda yang tidak tahu apa yang harus dikerjakannya untuk mendapatkan uang, dibumbui timpalan-timpalan humor satir mas Hamung yang begitu paradoks, hingga suatu kisah tentang Koyal yang hampir memenangkan lotere, yakni nomor di kertas loterenya berbeda satu angka dengan pengumuman pemenang lotere di koran. Tak lupa kisah asmara yang menggenang sepanjang drama oleh Retno si pelacur dan Tukijan, lantaran sedang berada pada kebuntuan arah masa depan. Ma’e yang tidak punya anak alias mandul, yang tak ada hubungan sedarah dengan mereka semua, nyatanya menganggap itu semua adalah bagian dari urusan Mae.

b)     Klimaks
(1)       Puncak Klimaks
Puncak klimaks pada naskah “Mega-Mega” adalah Mae menyuruh anak-anaknya untuk pergi mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak. Pembuktiannya adalah sebagai berikut:
MAE           : Ya, saya harap begitu. Saya harus merebutnya. Oh, saya tiba-tiba takut sekali. Hamung sebentar lagi pergi. Sebentar lagi. Semuanya akan kembali sepi, Kenapa jantung saya? Saya gemetar sekali. ( Sekonyong-konyong menubruk dan memeluk Tukijan ) Jan! ( Dalam isak ) Jan. ( dalam isak ) Kenapa sama sekali kau tak punya rasa terimakasih? Tapi siapa yang memilikinya? Tapi kau anakku. Kalau sama sekali kau tak punya apa-apa namun paling sedikit kau harus punya rasa terima kasih.
HAMUNG  : ( Menyalakan rokok ) Kita tak usah buru-buru. Kereta yang akan membawa kita bertolak ke Solo jam empat. Paling cepat, biasanya setengah tujuh kereta itu berangkat dari Tugu. Dulu ada kereta yang berangkat pagi dari sini. Kata Mas Dharmo, kita nanti memasuki Senen jam sembilan atau delapan. Tapi jangan harapkan. Lebih baik kita bayangkan lusa baru sampai. Barangmu dimana?
(2)       Peleraian
Dalam naskah ini adalah adegan di mana tokoh Mae akhirnya seorang diri, ditinggal oleh semua tokoh yang lain, hanya tersisa dengan anak khayalannya atau buntelan yang selama ini dianggap sesosok bayi, dibuktikan sebagai berikut:
MAE             : Gusti Pangeran. (anaknya bangun) Kau babngun, sayang. Kau tertawa, sayang. (memainkan anak itu) Nah, cah bagus. Kita tak pernah mendapatkan, tapi selalu meraa kehilangan. (memejamkan mata) Tak ada. Sama saja —- gustiku, cuma kita berdua.
c)      Ending
Satu per satu, mereka akhirnya pergi meninggalkan Ma’e sendirian di bawah pohon beringin. Sebersit kesedihan atas kebahagiaan yang pernah menggema di langit mega-mega, kini berbaur bersama tubuh ringkih Ma’e. Sembari menimang bayi khayalan di atas balung punggung lengan dan mendendangkan tak lela lela lela ledhung, Ma’e memberikan pesan perenungannya di usianya yang kunjung senja, bahwa “kita tidak pernah mendapatkan tetapi selalu merasa kehilangan”.

e.      Dialog
1)      Prolog
Diawali dengan seorang perempuan muda yang menyanyikan tembang Jawa,membawa sebatang rokok di tangannya yang berdiri di samping batang beringin tua. Pembuktiannya sebagai berikut:
Beberapa saat sebelum layar disingkirkan, kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan sebuah tembang Jawa. Kemudian penonton akan menyaksikan perempuan muda itu menyanyi dengan gairah sekali. Ia berdiri dan bersandar pada batang beringin yang tua berkeriput itu. Di antara jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Ia biasa dipanggil kawan-kawannya dengan panggilan RETNO.
2)      Epilog
Akhir cerita tokoh Mae ini tertidur  di pagi hari, dibuktikan dari naskah sebagai berikut :
( Lama-lama Mae tertidur bersandar pada batang beringin. Warna fajar. Lalu beragam warna waktu berputar di sana berbagai warna. sementara itu secara perlahan layar diturunkan bagai kelambu sutera ).


f.       Teks Samping
Dalam naskah MEGA-MEGA terdapat beberapa teks samping beberapanya adalah sebagai berikut :
( Sementara angin makin kencang dan sementara kawan-kawannya tertidur semua dan sementara cahaya mulai surut, Koyal terus terpingkal-pingkal. Dalam kegelapan dan angin yang deras masih juga ia terpingkal-pingkal. Selanjutnya, istirahat )
Bagian ketiga : 
( Bagian ketiga ini dimulai dengan tangis panjang tokoh kita, Koyal. Cahay demi sedikit menyibak kegelapan. Hanya seroang saja di antara kawan-kawannya yang belum puas tidur yaitu Tukijan. Yang sejak sore tadi hanya berguling-guling setengah tidur. Di bawah tiang listrik Koyal berjongkok membelakangi penonton. Ia menangis ).

g.      Amanat
Mega-mega ini mengandung pesan bahwa hidup itu tak melulu tentang bagaimana kita hanya berkhayal atau berangan-angan saja. Kita sebagai manusia juga butuh yang namanya kerja dan mewujudkan mimpi-mimpi kita. Selain itu kita tidak boleh memandang sebelah mata atau meremehkan  kaum marjinal,karena sebetulnya pun mereka juga memiliki keinginan untuk hidup layak,dan mendapat  pekerjaan yang baik juga.

2.      Unsur Ekstrinsik
a.   Nilai sosial
1)    Kekeluargaan yang Erat
Ditunjukkan pada karakter Mae yang menjadi ibu dari gelandangan-gelandangan sekitar pohon beringin alun-alun Yogyakarta. Meskipun gelandangan-gelandangan tersebut bukan anak kandung Mae, tapi Mae menganggap mereka semua adalah anak kandung Mae bagian dari keluarga Mae. Begitu pula dengan mereka para gelandangan (Retno, Tukijan, Koyal, Panut, Hamung) pun menganggap Mae adalah ibu kandung mereka. 
2)    Pertentangan Kelas Sosial
Pada dialog-dialog:  “Orang gede itu daging semuanya. Apalagi kalau sedang tidur, kayak kebo.” Menggambarkan orang-orang yang kelas sosialnya atas memiliki segalanya, tempat tinggal nyaman, makan layak. Berbeda dengan kelas bawah tidak atap rumahnya langit, bajunya angin, makanan khayalan.
Lalu pada dialog “sopan santun itu kan diperlukan bagi siapa saja.... yang memiliki kekayaan” menggambarkan orang kaya yang cenderung memang harus memiliki sopan-santun untuk menjaga harkat dan martabat atau pencitraan.
Pada dialog “Apa kata Mae? Nguli saja, nguli saja. Kau nekat coba-coba nyopet. Nguli lebih baik dari apapun yang dapat kau lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang yang suka. Tapi Mae sudah terlalu tua. Cari kerja untuk orang semacam Mae yang tidak punya tempat tinggal tentu sangat sukar. Orang takut kepada kita. Orang sukar percaya. Percayalah Panut. kalau nguli kau bisa merasa senang.” Menggambrkan bahwa orang-orang kecil seperti gelandangan sulit dipercaya oleh orang-orang. Orang-orang selalu berpikir negatif terhadap gelandangan, karena banyak pencopet, jambret itu berasal dari kaum gelandangan.
3)    Urbanisasi Pada Orde Baru
Tahun 1960-an khususnya di Yogyakarta mengalami kemiskinan. Yogyakarta pasca kemerdekaan pernah menjadi Ibu Kota Republik Indonesia dan simbol gelora nasionalisme yang sangat penting, menimbulkan asumsi masyarakat bahwa kota tersebut akan menumbuhkan mobilitas ekonomi yang menjanjikan. Pada masa itu (orde baru) banyak pekerja yang mengadu nasib di Yogyakarta.

b.   Nilai ekonomi
Naskah ini dibuat pada tahun 1967, di mana keadaan perekonomian Indonesia masih sulit. Pada tahun 1960an, perekonomian Indonesia sedang mengalami penurunan drastis karena hutang dan inflasi, sementara ekspor menurun. Pendapatan devisa dari sektor perkebunan jatuh dari 442 juta dollar Amerika Serikat pada tahun 1958 menjadi 330 juta dollar Amerika Serikat pada tahun 1966. Lalu puncak inflasi di atas 100% terjadi pada tahun 1962-1965. Hal itu terjadi karena pemerintah mencetk uang dengan mudahnya untuk membayar hutang dan mendanai proyek-proyek megah seperti pembangunan monas. Lalu pendapatan perkapita Indonesia menurun secara signifikan tahun 1962-1963. Ditambah Soekarno saat itu menolak bantuan dari Amerika Serikat.
Hal tersebut menimbulkan kemelaratan pada masyarakat, dan semakin menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Seperti Retno yang mencari uang dengan menjual diri, Panut dengan mengemis, pura-pura gagu, mencopet, bahkan maling.

c.      Nilai Politik
1)    Pada tahun 1963 Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dikarenakan masuknya Malaysia sebagai negara anggota PBB. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia mendapatkan link bantuan, sementara saat itu perekonomian Indonesia sedang sulit-sulitnya.

2)    Akibat Dari Pergolakan Politik Indonesia
Pada tahun 1966 telah terjadi pergolalan politik di Indonesia yang mengakibatkan kemiskinan penduduk, terutama penduduk Yogyakarta.
3)    Sindiran-sindiran Kepada Pemerintah
Pada dialog-dialog:
Retno : Tapi agak payah juga. Kita tidak bisa mengetuk pintu itu. Bagaimana bisa? Ketukan kita tak ada artinya. Sama sekali pada pintu berteralis besi itu. Koyal : Ya, untuk melengkapi sopan santun, kita harus membalut badan kita dengan pakaian yang gemerlap sehingga segalanya tersembunyi rapi.
Tukijan : Mereka orang-orang beragama, saya berani taruhan sebagian dari mereka lebih jahat daripada penghuni emper-emper toko. Untung saja mereka punya pakaian yang bagus-bagus dan bersih-bersih.
Pada dialog Retno menggambarkan suara orang kecil yang tidak pernah didengar oleh orang-orang besar. Orang kecil dan orang besar dalam hal ini adalah masyarakat kecil dengan pemerintah.

d.   Nilai Religi
Pada dialog “Selamat malam bulan gendut.”, “Tuhan itu tidak ada. Tuhan itu racun. Tuhan itu arak. Candu. Tuhan itu asap rokok. Kata Mas Marwoto.”

e.   Nilai Moral
Pada dialog “Bagaimana kalau mereka marah?” “halah gampang. Mulutnya kita sumpal dengan uang. Kan kita punya uang banyak.” Menggambarkan krisis moral para pemimpin yang mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan menyuap.
Pada dialog “orang kaya nggak boleh maling, bolehnya korupsi.” Menggambarkan moral orang-orang kaya (pejabat) yang suka korupsi.

B.     Analisis Teori Dekonstruksi Naskah “Mega-Mega” Watak Retno
Dalam naskah drama “Mega-Mega” karya Arifin C. Noer, watak Retno liar dan tidak sopan. Hal ini tergambar pada dialog antar tokoh, terutama dialog antara Retno dengan Mae. Retno yang di sini lebih muda dari Mae bertindak tidak sopan. Dari tutur bahasanya dan tingkah lakunya.
Contohnya pada dialog berikut:
RETNO           : Sama saja. (Menyanyi lagi)
MAE                  : Tidak. Kalau kau mbarang untung-untung bisa masuk radio. Pasti bisa.   Kalaukau masuk radio kau akan lebih baik.
RETNO           : (meludah)

Tingkah laku Retno yang liar digambarkan pada tindakan yang dilakukan Retno, yaitu meludah sebagai tanda tidak setuju terhadap pernyataan Mae. Selain menyatakan tanda tidak setuju, meludah sudah menjadi kebiasaan Retno untuk mengiringi ucapan-ucapannya. Watak Retno yang tidak sopan tergambar pada dialog Retno yang selalu berkata kasar pada siapapun, termasuk Mae.
Contoh pembuktian dialognya sebagai berikut:
MAE                : Jadi sungguh-sungguh?
RETNO           : (diam) Persetan!
MAE                : Sungguh-sungguh sakit?
RETNO           : Iya. kalau Mae ingin tahu, melahirkan itu rasanya sakit.

Bisa jadi watak Retno yang liar dan tidak sopan tersebut terbentuk karena dia hidup di lingkunganyang tidak tersentuh pendidikan formal. Pekerjaannya yang tidak layak pun bisa jadi mempengaruhi wataknya yang liar dan tidak sopan tersebut. Namun, jika melihat dengan kaca mata dekontruksi, kita bisa melihat sisi baik tokoh Retno. Sisi baik tersebut adalah Retno yang memiliki hati lembut, penyayang dan setia pada keluarganya, meskipun akhirnya ia meninggalkan keluarganya karena tuntutan keadaan. Hal ini digambarkan pada dialog berikut ini:
TUKIJAN        : Tentu saja kau jadi bingung. Sudah saya bilang yang harus kau lakukan sekarang adalah berpikir bukan merasakan.
RETNO           : Saya bingung karena terlampau banyak orang yang saya cintai. Dan, O Gusti, saya tidak bisa melupakannya. Saya sangat mencintai perempuan tua itu juga.

lalu dialog antar tokoh berikut:

RETNO           : (mendekati Mae) Saya tidak akan pergi, Mae. Saya tidak mau.
MAE                : Mae akan mengatakan sesuatu.
RETNO           : Kali ini saya akan mendengarkan lebih dari yang pernah saya lakukan.
MAE                  : Kau memang anak perempuan saya. Kau cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tidak tahu (diam) Sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae; Pergilah dengan Tukijan.
RETNO           : (menangis dan memeluk) Tidak, Mae. Saya tidak bisa.


III.       PENUTUP

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, telah terbukti bahwa watak tokoh Retno dalam naskah drama “Mega-Mega” karya Arifin C. Noer tidak semuanya jelek. Tokoh Retno dalam naskah drama “Mega-Mega” karya Arifin C. Noer juga memiliki watak yang penyayang, berhati lembut, dan setia.


IV.      DAFTAR PUSTAKA
Fiksiline. 2015. “Naskah “Mega-mega” Karya: Arifin C. Noer”. Diambil dari: https://banongautama.wordpress.com/2015/09/28/naskah-mega-mega-karya-arifin-c-noer/..


Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.


Filsafat, rumah. 2009. “Derrida dan Dekontruksi”. Diambil dari: https://rumahfilsafat.com/2009/11/29/derrida-dan-dekonstruksi/


Wikipedia. 2015. “Teater”. Diambil dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Teater


Hadi, Abdul. 2017. “Nilai-Nilai dan Konsep dalam Seni Teater”. Diambil dari: http://www.softilmu.com/2015/11/nilai-nilai-dan-konsep-dalam-seni-teater.html















V.        LAMPIRAN

Bagian Pertama
 Di bawah mega…
            Bagian awal diperlihatkan tokoh retno dan mae yang berada di bawah terang bulan.; Retno digambarkan tengah ‘mangkal’ di alun-alun kota dekat beringin itu bersama dengan dengan mae tidak jauh darinya. Mae memuji kemamuan retno dalam menyanyi kemudian datang seorang pemuda danretno pun mengejar pemuda tersebut. Katanya “rejeki tidak boleh terbang begitu saja.”
            Selanjutnya Panut datang dengan kondisi tidak bicara bisa atau gagap sehingga membuat panik mae. Namun ternyata itu hanya guyonan saja. Kemudian terjadi perincangan antara panut dan mae. Mereka berbicara tentang panut yang berhenti dari mencopet dan maling menjadi pengemis bisu. Mereka juga berbicara tentang tukijan yang (katanya) pergi ke sumantrah tapi ternyata sedang nongkrong di bioskop indra.
            Retno tiba-tiba muncul kembali dengan perasaan geram karena pemuda yang lewat tadi mengacuhkannya. Kemudian perbincangan terjadi lagi antara mae dan retno. Diketahui bahwa dulu retno punya anak namun anaknya telah mati, mae menyalahkan retno akan hal itu. Diketahui juga bahwa mae adalah seorang perempuan mandul. Ia merasa kesepian sebagai seorang perempuan, sebagai seorang manusia.  
            Tidak lama, muncul tokoh lain, yaitu hamung si kaki pincang, dia kesal pada tukijan karena tahu tukijan tidak jadi pergi ke sumatera. Mae merasa bahwa ia akan sangat kesepian karena diitinggal oleh tukijan, koyal dan yang ainnya. Namun, retno menyemangatai dengan berkata bahwa dia tidak akan meninggalan mae sendiri. Mae sudah mereka anggap sebagai ibu bagi retno dan lainnya. Koyal pun ikut bergabung dengan berteriak bahwa ia mendaat lotre, tapi ternyata  tidak. Dia hanya membual saja. Koyal adalah penghayal kelas berat. Yang ia pikirkan hanya uang, uang dan uang. Tiba-tiba panut datang dan mengajak koyal untuk ikut pergi dengannya malam ini, mae tidak setuju dan menentang panut. Panut kemudian pergi karena koyal tidak ingin ikut dengannya. Dan terakhir adalah kemunculan tukijan. Sementara hamung dan koyal pergi, perbincanagan ringan pun terjadi antara tukijan dengan mae. Mereka seperti ibu dan anak sulung dalam keluarga. Tukijan juga membujuk retno agar ikut dengannya, tapi retno menolak ia berkata bahwa jika ia ikut ia hanya akan merepotkan tukijan. Walau begitu ia tetap mencintai tukijan. Mae termenung, retno mengumpat dan pergi disusul juga oleh tukijan dan orkes jalanan pun menyusup sayup dalam kegelapan.



Bagian Kedua
Di atas mega
            Bagian kedua diwaali dengan kemunculan tokoh koyol.ia terlihat sedang memainkan sulingnya. Ia bicara pada beringin dan bulan gendut. Ketika ia melihat nomor lotere miliknya ternyata menang. Ia sangat senang. Ia membayangkan  akan jadi orang yang punya banyak uang. Ia baangunkan satu persatu teman-temanya. Ia menyuruh mereka satu per satu untuk berkata bahwa koyal menang lotere. Semuanya menurut hanya saja tukijan enggan dan jengkel. Ujaran “aku menang lotere” pun berganti menjadi “kita menang lotere!” semua berteriak dan berseru. Mereka pun pergi ke bank untuk menukarkan kupon lotere itu.
            Mereka mendatangi rumah diektur. Berteriak-teriak dan mengetuk pintunya dengan batu. Direktur itu keluar dan berkata kupon lotere itu tidak perlu ditukar uang. Cukup ditunjukkan saja, maka pemiliknya bebas membeli apa saja. Sontak mereka menjadi girang. Mereka pun pergi ke tempat makan gudeg. Mereka makan dengan rakus dan lahap kecuali tukijan. Selanjutnya mereka pergi ke toko pakaian Kim Sin.
            Mereka menaiki sedan dan berlalu lagi dengan kencang. Mereka membeli jeruk. Mae berkeinginan naik kuda begitu pun retno. Dan mereka pun berhasil mednapat kudanya. Mereka semua akhirnya naik kuda dan lenyap.
            Kemudian tiba-tiba perbincangan di antara mereka bersuasana di sebuah keraton. Ada rajinda, kanda, pati, nanda,  ibunda,  gusti prabu dan lainnya.
            Semua kejadian pada bagian ini sebenarnya hanya khayalan dari tokoh koyal. Ia memang tidak waras. Ketika yang lain tertidur, ia tertawa terpingkal-pingkal menghayal tentang kejadian tadi. Selanjutnya ia pun menyusul yang lain pergi tidur.

Bagian Ketiga
Di atas mega
            Bagian ketiga ini dibuka oleh tokoh koyal dan khayalannya. Ia bicara pada beringin, rumput, dan bulan seolah-olah mereka memang nyata dan hidup. Koyalsebenanrnya jatuh cinta pada retno sama seperti tukijan. Ketika koyal mengusap-usap betis retno, tukijan yang melihat itu langsung marah. Ia mencoba menghajar koyal. Ia tempeleng pipi koyal shingga koyal ketakutan. Namun, mae terbangun dan mencegahnya.ia juga marah mengetahui ikat pinggangnya ada pada koyal.
            Koyal memang seorang yang tidak waras.  Tukijan pun berusaha untuk menyembuhkan ketidakwarasan koyal dengan menyobek kertas lotre miliknya. Mae menentang, hamung membiarkan dan tentunya koyal begitu terpukul.
            Hamung berbincang dengan panut. Panut memberikan sebungkus rokok keretk mahal pada hamung. Hamung senang. Dia bahkan diberi sejumlah uang untuk perjalanannya nanti. Mae tentu saja marah mengetahuinya. Darimana panut dapat uang itu, itu pasti uang curian.panut mencoba membujuk mae dan hendak memberinya sejumlah uang pula, tapi mae tidak mau. Mae tidak mau menerima uang tanpa berkerja terlebih dahulu. Mendapati penolakan mae, panut pun pergi.
            Mae sebenenarnya mersa takut jika ditinggalkan oleh anak-anaknya. Terutama retno. Tidak lama berselang retno dan tukijan pun muncul. Mereka berbincang. Retno di ajak tukijan pergi merantau, retno pun mengemasi barangnya. Tetapi ketika melihat mae mnangis di beringin itu, etno terdiam gamang. Ia tidak bis meninggalkan mae sendiri. Ia sangat mencintainya. Mae sudah seperti ibunya sendiri. Namun, pada akhirnya justru mae lah yang mengikhlaskan kepergian retno. Maeberkata bahwa retno bisa terbiasa tinggal di seberang sana. Tukijan dan retno pun pergi setelah meminta restu mae. Selanjutnya, hany tersisa koyal yang tidakwaras itu tinggal bersama mae dan mungkin juga panut (mungkin).