I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kata teater sendiri berasal dari kata theatron dari bahasa Yunani, yang
berarti “tempat untuk menonton”. Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi
dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau
naskah, penafsiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman
atau penikmatan dari public dan audience (bisa pembaca, pendengar,
penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater
disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater bisa diartikan dengan dua
cara yaitu dalam arti sempit dan arti luas. Teater dalam arti luas adalah
sebagai drama (kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas
pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis).
Dalan arti sempit, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan
orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk, dan lain-lain.
Konsep dasar seni teater terdiri atas
dua aspek yaitu aspek apresiasi dan kreasi. Namun, karena keterbatasan SDM
aspek yang sering diajarkan terkait dengan aspek apresiasi yang seharusnya
aspek kreasi lebih dikedepankan. Berikut beberapa konsep dasar seni teater,
diantaranya yaitu :
Seni teater meliputi keterampilan olah
rasa, olah pikir, olah tubuh, dan olah suara yang dalam pementasannya memadukan
seni sastra, seni peran, seni gerak, seni rupa, seni tari, dan seni musik.
a)
Seni
sastra merupakan konsep penting untuk pementasan teater. Bentuknya berupa
naskah, yang terdiri dari beberapa komposisi yaitu suku kata, komposisi kata,
komposisi kalimat, sampai dengan komposisi dialog utuh yang membentuk karakter
dan cerita.
b)
Seni
peran memberikan keterampilan kepada seseorang untuk memerankan karakter tokoh
tertentu yang ditulis dalam naskah drama. Keterampilan ini membutuhkan gabungan
olah rasa, olah pikir, olah tubuh, dan olah suara.
c)
Seni
gerak pada umumnya merupakan keterampilan untuk
memindahkan gerakan-gerakan yang sering dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari dalam pemeranan tokoh cerita. Gerak yang dilatih sesuai dengan
kebutuhan pementasan drama.
d)
Dalam
pementasan drama, seni rupa dibutuhkan dalam segi tata artistik panggung,
dekorasi, properti, busana, dan tata rias.
e)
Seni
tari digunakan untuk menjadi gerak simbolis berirama dan artistik yang menjadi
nilai artistik pementasan drama.
f)
Seni
musik digunakan untuk mengiringi pementasan drama. Iringan ini tidak sekadar
ilustrasi tetapi sudah disesuaikan dengan makna cerita dalam pementasan drama.
g)
Olah
rasa mengedepankan pada penghayatan peran dalam pementasan drama. Dalam
tingkatan awal olah rasa merupakan pengekspresian perasaan tertentu yang
merupakan reaksi dari suatu situasi dan kondisi. Dalam tingkatan lanjut olah
rasa merupakan gabungan pengekspresian berbagai perasaan, yang kadang-kadang
perubahannya begitu cepat.
h)
Olah
pikir merupakan keterampilan dalam memahami logika proses kehidupan yang
ditampilkan dalam drama. Pada umumnya olah pikir ini berorientasi hukum kausal.
i)
Olah
tubuh berfungsi sebagai pelatihan kelenturan gerak otot-otot dan sendi tubuh
yang akan digunakan untuk mengekspresikan peran tokoh tertentu dalam pementasan
drama. Olah tubuh sangat berperan dalam membantu seseorang memerankan tokoh
tertentu.
j)
Proses
pembelajaran kreasi seni teater untuk lakon perannya pada umumnya dilakukan
secara bertahap, mulai dari pelatihan konsentrasi, pernapasan, suara, gerak,
penghayatan, akting, dan bloking.
Dalam makalah ini, kami akan
menganalisis dekonstruksi penokohan tokoh Retno dalam Naskah teater
“Mega-mega”. Merupakan naskah drama
karya Arifin C. Noer yang ditulis pada tahun 1967. Sesuai dengan isu
tahun 1967, naskah ini bercerita tentang kehidupan kaum marjinal dengan
berbagai macam watak yang mewakili elemen-elemen masyarakat.
B. Teori
1.
Teori
Strukturalisme
Teori strukturalisme merupakan suatu
pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur
pembangun karya yang bersangkutan. Karena makalah ini membahas tentang naskah
drama “Mega-mega”, maka teori strukturalisme ini menekankan pada kajian
hubungan antarunsur pembangun naskah drama “Mega-mega”.
Unsur pembangun naskah drama adalah ada
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik berupa tema, tokoh dan
penokohan, alur, latar, amanat, teks samping, dan dialog. Sedangkan unsur
ekstrinsik berupa nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonomi, nilai moral, nilai
religius, dan nilai politik.
2.
Teori
Dekonstruksi
Dekontruksi berasal dari kata de +
contruktio (latin). Pada umumnya de berarti ke bawah, pengurangan, atau
terlepas dari. Sedangkan kata contruktio berarti bentuk, susunan, hal menyusun,
hal mengatur. Dekontruksi dapat diartikan sebagai pengurangan atau penurunan
intensitas bentuk yang sudah tersusun, sebagai bentuk yang sudah baku.
Prinsip-prinsip
yang terdapat pada teori dekontruksi adalah:
1.
Melacak
unsur-unsur aporia (makna paradoks, makna kontradiktif, dan makna ironi).
2.
Mengembalikan
atau merubah makna-makna yang sudah dikonvensionalkan.
Teori
dekonstruksi yang menarik dari pemikiran Derrida adalah kemampuannya untuk
mengubah pikiran kita tentang dunia, termasuk di dalamnya tentang kematian,
kehidupan, budaya, filsafat, sastra, dan tentang poitik. Dengan demikian
Derrida tidak hanya menggambarkan maksud teks-teks yang dibacanya secarapersis,
tetapi juga mengubahnya menjadi teks yang memiliki makna baru.
II.
ISI
A. Analisis
Teori Struktural pada Naskah “Mega-Mega”
Unsur pembangun naskah drama adalah ada unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik.
1.
Unsur
Intrinsik
a.
Tema
1)
Tema
Mayor
Tema mayor pada naskah “Mega-Mega” adalah keprihatinan
seorang ibu yang melihat anak-anaknya yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan
yang layak. Hal ini disampaikan oleh tokoh utama, yaitu Mae. Mae ingin
anak-anak angkatnya mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan kehidupan yang lebih
baik, meskipun nantinya dia akan ditinggalkan juga.
Pembuktiannya
sebagai berikut:
MAE : Retno. Dekatlah kemari.
RETNO : (mendekati Mae) Saya tidak akan pergi,
Mae. Saya tidak mau.
MAE : Mae akan mengatakan sesuatu.
RETNO : Kali ini saya akan mendengarkan lebih dari
yang pernah saya lakukan.
MAE : Kau memang anak perempuan saya. Kau
cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tidak tahu
(diam) Sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae; Pergilah dengan
Tukijan.
RETNO : (menangis dan memeluk) Tidak, Mae. Saya
tidak bisa.
MAE : Tentu kau tidak bisa. Dan siapa
yang suka ajal? Tidak ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada. Dan
apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan Mae? (Retno menggeleng
kepalanya) Tidak, bukan? Mae juga tidak mau kau tinggalkan.
2) Tema
Minor
Tema
minor pada naskah “Mega-Mega” adalah kehidupan kaum marjinal pada tahun 1967,
di mana keadaan perekonomian Indonesia masih sulit. Tema ini disampaikan oleh
tokoh-tokoh yang ada dalam naskah. Selain itu, digambarkan juga oleh latar,
suasana.
Pembuktiannya
sebagai berikut:
Pada
dialog “Apa kata Mae? Nguli saja, nguli saja.
Kau nekat coba-coba nyopet. Nguli lebih baik dari apapun yang dapat kau
lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang yang suka. Tapi Mae sudah
terlalu tua. Cari kerja untuk orang semacam Mae yang tidak punya tempat tinggal
tentu sangat sukar. Orang takut kepada kita. Orang sukar percaya. Percayalah
Panut. kalau nguli kau bisa merasa senang.” Menggambarkan bahwa sulitnya
kehidupan kaum marjinal, terutama dalam hal pekerjaan.
b.
Tokoh dan Penokohan
1)
Tokoh Utama
Tokoh
utama dalam naskah “Mega-Mega” adalah tokoh Mae. Tokoh Mae berwatak memiliki
watak yang penyayang, keibuan, dan sabar. Pembuktiannya sebagai berikut:
MAE : Kau memang anak perempuan saya. Kau
cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tidak tahu
(diam) Sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae; Pergilah dengan
Tukijan.
RETNO :
(menangis dan memeluk) Tidak, Mae. Saya tidak bisa.
MAE :
Tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka ajal? Tidak ada. Tapi siapa yang bisa
menolaknya? Juga tidak ada.
2) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan pada naskah “Mega-Mega” adalah
Retno, Panut, Koyal, Tukijan, dan Hamung.
a) Tokoh
Retno
Retno berwatak yang
liar, penggoda, tidak sopan, tetapi penyayang.
Berwatak penggoda digambarkan dengan dialog antar tokoh:
(
Sejenak tak ada bicara. Tiba-tiba Retno berhenti menyanyi sebab ada seorang
pemuda lewat)
MAE : Saya kira enak mbarang. Cobalah.
Tidak salahnya. Kenapa?
RETNO : Diam (pada yang lewat). Mampir Mas!
(
Pemuda itu cuma lewat tapi jels ia naik nafsu )
Watak penyayang juga digambarkan dengan
dialog antar tokoh.
RETNO :
(memotong) Mae.
MAE : Retno. Mae sayang sekali padamu. Pada Hamung, pada
Tukijan, pada Koyal, pada Panut dan pada siapa saja yang memandang Mae sebagai
Ibunya, Seperti juga Mae sangat sayang pada Mas Ronggo (diam) Ia kena lahar
(diam) Retno, diam-diam perasaan Mae remuk waktu Tukijan pamit tadi pagi.
Tambah lagi Hamun dan Panut.
RETNO :
Sudahlah Mae.
HAMUNG: Ya Mae. Retno akan tinggal di sini dan
akan selalu bersama Mae.
MAE :
Keinginan Mae memang begitu juga, tetapi sebaliknya bagi Retno….
HAMUNG: Setidak-tidaknya dia tidak akan
melupakan Mae (menguap)
RETNO :
Percayalah Mae. Kami tak akan begitu saja melupakan Mae. Kami juga menganggap
diri kami sebagai putra-putri Mae yang nakal-nakal...
b) Panut
Berwatak memiliki watak yang jail dan polos.
Digambarkan dengan dialog antar tokoh dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh.
Watak jail dibuktikan pada dialog berikut:
PANUT :(menunjuk-nunjuk perutnya dengan mulutnya)
bbbbb….aaaaa..a….bbbb..bbb..aaaa.
MAE :
(jantungnya bergertar sangat cepat) Kenapa? Kenapa kau? Kenapa kau? Kenapa kau,
Panut? Panut?
PANUT : bbbbb….aaaaaa..bbb….
MAE : Gustiku. Gusti Pangeran. Kenapa?
Gusti. Kenapa kau jadi bisu?
PANUT : (menggeleng-geleng) AAAaaaaa..aaa..bbbbb..
MAE :
(menangis) Gusti. Saya jadi bingung. Siapa yang salah? Kenapa? Panut, anakku
Panut.
( Tiba-tiba Panut tertawa sangat keras)
c) Koyal
Memiliki watak optimis dan mempunyai khayalan
tinggi. Digambarkan dengan dialog antar tokoh sebagai berikut:
MAE : ( riang ) Anakku dapat lotre!
KOYAL : (bangga) Hampir Mae.
MAE : Syukur. Syukurlah. Hampir.
KOYAL :
Kau lihat, Mung. Pada koran ini tertulis : “hadiah seratus juta jatuh pada
nomer 432480, Solo”, sedangkan punyaku 432488. Ha, beda satu, kan? (tertawa
senang) Hampir aku menang. Betul tidak?
HAMUNG : Belum menang sudah hilang ingatan.
KOYAL :
Tak ambil pusing aku. Yang penting aku hampir menang. Artinya tak lama lagi aku
pasti menang. Kau lihat, Muung. (menunjukan lot yang lain) Nih, aku sudah beli
lagi. tidak cuma itu malah.
d) Tukijan
Memiliki watak pendiam dan emosional.
Digambarkan oleh pengarang dengan keterangan samping.
(Muncul
seorang laki-laki sebaya dengan Hamung. Agaknya orang ini pendiam tapi matanya
tajam dan segera mengesankan sebagai seorang lelaki yang penuh kesungguhan. Namun
ia juga emosionil. Dia langsung duduk disebelah Mae. Retno tidak pernah melihat
kepadanya. Hamung bangkit.)
e) Hamung
Memiliki watak yang santai. Hal ini digambarkan
dengan dialog antar tokoh:
KOYAL : He, Mung siapa orang tuamu?
HAMUNG : Tidak tahu. (tertawa) Mengerti? (tertawa)
Karena itu kenapa saya mesti ambil pusing? Yang penting sekarang saya ada.
Sebab itu saya harus memberi diri saya makan.
c.
Latar
Latar
pada suatu drama itu mencakup tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar
suasana
1) Latar Tempat
Latar pertama yaitu berada di Jogjakarta yang menyebutkan
makanan khas Jogja yaitu gudeg dan tempat pasar Beringharjo.
Disampaikan dengan dialog antar tokoh:
KOYAL : Mae?
MAE : Mae? Mae ingin makan.
RETNO : Makan gudeg.
MAE : Iya, gudeg.
KOYAL : Ke mana, Mung?
HAMUNG:
Ke mana saja.
MAE : Ke tempat di mana kita paling sering
dihina orang.
KOYAL : Ke pasar Gede Beringharjo.
MAE : Itu salah satunya. Tapi baik juga.
KOYAL : Ayo, Siap semua.
Latar yang kedua yaitu pohon beringin.
Dibuktikan dengan:
(Beberapa
saat sebelum layar disingkirkan, kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan
sebuah tembang Jawa. Kemudian penonton akan menyaksikan perempuan muda itu
menyanyi dengan gairah sekali. Ia berdiri dan bersandar pada batang beringin
yang tua berkeriput itu. Di antara jemari tangannya terselip sebatang rokok
kretek. Ia biasa dipanggil kawan-kawannya dengan panggilan Retno.)
2) Latar
Waktu
Latar waktu yang pertama yaitu malam hari. Digambarkan dengan keterangan samping berikut:
(Mereka bercakap tanpa saling menengok dan
keduanya menerima cahaya listrik dari lampu yang tergantung pada tiang listrik
yang berhadapan dengan beringin itu).
Latar waktu yang kedua yaitu pagi hari. Digambarkan dengan keterangan samping berikut:
(Adzan subuh berkumandang di udara di sela-sela
garis cahaya fajar yang lembut. Lalu Mae muncul lagi)
3) Latar
Suasana
Latar suasana yang pertama yaitu sepi. Digambarkan dengan keterangan samping berikut:
(Sepeninggal Retno, Mae dicekam suasana sepi.
Ia menatap keliling : Kegelapan dan kesenyapan. Ia menggigil. Dingin. Takut.
Aneh. Angin kencang lewat. Ia tersenyum waktu matanya bertemu dengan bulan yang
gendut dilangit. Dan ia pun keramaian dirinya dengan khayalan-khayalan.
Sekonyong-konyong ia marah. Ia membayangkan seakan ia kini mengorek-ngorek
bulan itu).
Latar suasana
yang kedua yaitu tegang. Dibuktikan dengan:
Ketika Tukijan marah kepada Koyal karena Koyal
memegang paha Retno.
(Sekali Tukijan menempeleng pipi Koyal dan
Koyal menangis meraung-raung)
TUKIJAN :
Lagi?
KOYAL :
…….tidak…..
TUKIJAN :
Bajingan!
(Sekali
lagi Tukijan menempeleng pipi Koyal dan Koyal meraung-raung kesakitan sehingga
karenanya Mae terkejut dan terjaga dari tidurnya. Jantung perempuan tua itu
kencang berdenyut. Segera ia masuk ke dalam persoalan itu).
MAE :
Eee ada apa ini? Kenapa? Jan, jangan pukul dia.
TUKIJAN :
Bangsat!
MAE :
Ada apa? Kenapa?
TUKIJAN :
Kamu telah menghina saya, Yal. Kamu telah mengejek saya. Berapa kali telah saya
katakan tentang ini semuua? Kamu boleh, boleh melakukan apa saja dengan dia.
Siapa bisa melarang? Memang dia lonte. Saya tahu, Yal. Dia lonte. Karena itu
tidak ada yang bisa melarang kau berbuat apa saja dengan dia. Tidak peduli kamu
tidak waras. Tapi jangan di muka hidung saya. Berapa kali telah saya katakan?
Jangan di muka saya. Semua kawan mengerti. Tapi diam-diam rupanya kamu
memancing-mancing amarah saya.
Latar yang ketiga yaitu sedih. Dibuktikan
dengan:
Ketika Mae ditinggal
anak-anaknya.tergambar pada dialog yang diucapkan
MAE :
Gusti Pangeran. (anaknya bangun) Kau babngun, sayang. Kau tertawa, sayang.
(memainkan anak itu) Nah, cah bagus. Kita tak pernah mendapatkan, tapi selalu
meraa kehilangan. (memejamkan mata) Tak ada. Sama saja gustiku, cuma kita
berdua.
d.
Alur dan Pengaluran
1)
Alur
Alur pada naskah “Mega-Mega” menggunakan alur
campuran. Pada naskah drama ini menceritakan kejadian dari awal hingga akhir,
tetapi di pertengahan jalan cerita, tokoh Retno mengingat ketika masih
mempunyai anak. Jadi, naskah drama “Mega-Mega” menggunakan alur maju mundur.
Pembuktian alur mundurnya sebagai berikut:
RETNO : Sejak gadis dulu aku mengidamkan dapat
melahirkan anak laki-laki. Anak itu laki-laki dengan mata yang teduh seperti
kolam. Hatiku selalu bergetaran menyanyi setiap kali bertemu dengan mata itu.
Tapi makin lama mata itu makin kering sebab bapaknya tidak pernah melakukan
apa-apa. Suatu ketika aku sakit. (lama diam) Anak itu sakit. Kelaparan. Ia
mati. Sejak itu aku hampir gila oleh perasaan kecewa dan kesal. (diam) Suatu
hari suamiku pulang setelah menuntaskan bergelas-gelas arak. Bukan main aku
marah. Dan sekonyong nasib turut campur. Rumah itu terbakar (gerahamnya merapat
ketat) Setan! Setan!
MAE :
Pendeknya kalian berdua. Kalian berdua salah. Kalian malas. Kalau anak itu
sekarang masih hidup, barangkali ia sudah cukup mampu menolong kau. Saya yakin
kau sangat menyesal dan suatu ketika kau bisa gila bila kau merasa kangen kepada
anak yang malang itu.
2) Pengaluran
a) Pengenalan
(1) Pengenalan
Peristiwa
Beberapa saat sebelum layar disingkirkan,
kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan sebuah tembang Jawa. Kemudian
penonton akan menyaksikan perempuan muda itu menyanyi dengan gairah sekali. Ia
berdiri dan bersandar pada batang beringin yang tua berkeriput itu. Di antara
jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Ia biasa dipanggil
kawan-kawannya dengan panggilan Retno.
Sementara itu, disebelahnya seorang perempuan
tua bersandar. Ia adalah seorang perempuan tua dengan bentuk bibir yang selalu
nampak tersenyum dan dengan kelopak matanya yang biru. Senyum itu rupanya
ditujukan pada suatu harapan yang telah lama dinantikanya ; tak kunjung tiba.
Adapun malam yang selalu ia isi dengan perhatian itu agaknya hanya memberikan
warna gelap pada sekeliling matanya. Ia biasa dipanggil Mae.
(2) Pengenalan
Konflik
Satu demi satu alur merekam kisah mereka,
mulanya diisi oleh kebingungan Panut sebagai seorang anak muda yang tidak tahu
apa yang harus dikerjakannya untuk mendapatkan uang, dibumbui timpalan-timpalan
humor satir mas Hamung yang begitu paradoks, hingga suatu kisah tentang Koyal
yang hampir memenangkan lotere, yakni nomor di kertas loterenya berbeda satu
angka dengan pengumuman pemenang lotere di koran. Tak lupa kisah asmara yang
menggenang sepanjang drama oleh Retno si pelacur dan Tukijan, lantaran sedang
berada pada kebuntuan arah masa depan. Ma’e yang tidak punya anak alias mandul,
yang tak ada hubungan sedarah dengan mereka semua, nyatanya menganggap itu semua
adalah bagian dari urusan Mae.
b) Klimaks
(1) Puncak
Klimaks
Puncak klimaks pada naskah “Mega-Mega” adalah Mae menyuruh anak-anaknya untuk pergi
mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak. Pembuktiannya adalah sebagai
berikut:
MAE :
Ya, saya harap begitu. Saya harus merebutnya. Oh, saya tiba-tiba takut sekali.
Hamung sebentar lagi pergi. Sebentar lagi. Semuanya akan kembali sepi, Kenapa
jantung saya? Saya gemetar sekali. ( Sekonyong-konyong menubruk dan memeluk
Tukijan ) Jan! ( Dalam isak ) Jan. ( dalam isak ) Kenapa sama sekali kau tak
punya rasa terimakasih? Tapi siapa yang memilikinya? Tapi kau anakku. Kalau
sama sekali kau tak punya apa-apa namun paling sedikit kau harus punya rasa
terima kasih.
HAMUNG :
( Menyalakan rokok ) Kita tak usah buru-buru. Kereta yang akan membawa kita
bertolak ke Solo jam empat. Paling cepat, biasanya setengah tujuh kereta itu
berangkat dari Tugu. Dulu ada kereta yang berangkat pagi dari sini. Kata Mas
Dharmo, kita nanti memasuki Senen jam sembilan atau delapan. Tapi jangan
harapkan. Lebih baik kita bayangkan lusa baru sampai. Barangmu dimana?
(2) Peleraian
Dalam naskah ini adalah adegan di mana tokoh
Mae akhirnya seorang diri, ditinggal oleh semua tokoh yang lain, hanya tersisa
dengan anak khayalannya atau buntelan yang selama ini dianggap sesosok bayi,
dibuktikan sebagai berikut:
MAE :
Gusti Pangeran. (anaknya bangun) Kau babngun, sayang. Kau tertawa, sayang.
(memainkan anak itu) Nah, cah bagus. Kita tak pernah mendapatkan, tapi selalu
meraa kehilangan. (memejamkan mata) Tak ada. Sama saja —- gustiku, cuma kita
berdua.
c) Ending
Satu per satu, mereka akhirnya pergi
meninggalkan Ma’e sendirian di bawah pohon beringin. Sebersit kesedihan atas
kebahagiaan yang pernah menggema di langit mega-mega, kini berbaur bersama
tubuh ringkih Ma’e. Sembari menimang bayi khayalan di atas balung punggung lengan
dan mendendangkan tak lela lela lela ledhung, Ma’e memberikan pesan
perenungannya di usianya yang kunjung senja, bahwa “kita tidak pernah
mendapatkan tetapi selalu merasa kehilangan”.
e. Dialog
1) Prolog
Diawali dengan seorang perempuan muda yang
menyanyikan tembang Jawa,membawa sebatang rokok di tangannya yang berdiri di
samping batang beringin tua. Pembuktiannya sebagai berikut:
Beberapa saat sebelum layar disingkirkan,
kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan sebuah tembang Jawa. Kemudian
penonton akan menyaksikan perempuan muda itu menyanyi dengan gairah sekali. Ia
berdiri dan bersandar pada batang beringin yang tua berkeriput itu. Di antara
jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Ia biasa dipanggil
kawan-kawannya dengan panggilan RETNO.
2)
Epilog
Akhir cerita
tokoh Mae ini tertidur di pagi hari,
dibuktikan dari naskah sebagai berikut :
( Lama-lama Mae
tertidur bersandar pada batang beringin. Warna fajar. Lalu beragam warna waktu
berputar di sana berbagai warna. sementara itu secara perlahan layar diturunkan
bagai kelambu sutera ).
f.
Teks
Samping
Dalam naskah MEGA-MEGA terdapat beberapa
teks samping beberapanya adalah sebagai berikut :
( Sementara angin makin kencang dan
sementara kawan-kawannya tertidur semua dan sementara cahaya mulai surut, Koyal
terus terpingkal-pingkal. Dalam kegelapan dan angin yang deras masih juga ia
terpingkal-pingkal. Selanjutnya, istirahat )
Bagian ketiga :
( Bagian ketiga ini dimulai dengan
tangis panjang tokoh kita, Koyal. Cahay demi sedikit menyibak kegelapan. Hanya
seroang saja di antara kawan-kawannya yang belum puas tidur yaitu Tukijan. Yang
sejak sore tadi hanya berguling-guling setengah tidur. Di bawah tiang listrik
Koyal berjongkok membelakangi penonton. Ia menangis ).
g.
Amanat
Mega-mega ini mengandung pesan bahwa hidup itu tak melulu
tentang bagaimana kita hanya berkhayal atau berangan-angan saja. Kita sebagai
manusia juga butuh yang namanya kerja dan mewujudkan mimpi-mimpi kita. Selain
itu kita tidak boleh memandang sebelah mata atau meremehkan kaum marjinal,karena sebetulnya pun mereka
juga memiliki keinginan untuk hidup layak,dan mendapat pekerjaan yang baik juga.
2.
Unsur
Ekstrinsik
a.
Nilai
sosial
1)
Kekeluargaan
yang Erat
Ditunjukkan pada karakter Mae yang menjadi ibu dari
gelandangan-gelandangan sekitar pohon beringin alun-alun Yogyakarta. Meskipun
gelandangan-gelandangan tersebut bukan anak kandung Mae, tapi Mae menganggap
mereka semua adalah anak kandung Mae bagian dari keluarga Mae. Begitu pula
dengan mereka para gelandangan (Retno, Tukijan, Koyal, Panut, Hamung) pun
menganggap Mae adalah ibu kandung mereka.
2)
Pertentangan
Kelas Sosial
Pada dialog-dialog:
“Orang gede itu daging semuanya. Apalagi kalau sedang tidur, kayak kebo.”
Menggambarkan orang-orang yang kelas sosialnya atas memiliki segalanya, tempat
tinggal nyaman, makan layak. Berbeda dengan kelas bawah tidak atap rumahnya
langit, bajunya angin, makanan khayalan.
Lalu pada dialog “sopan santun itu kan diperlukan bagi siapa
saja.... yang memiliki kekayaan” menggambarkan orang kaya yang cenderung memang
harus memiliki sopan-santun untuk menjaga harkat dan martabat atau pencitraan.
Pada dialog “Apa kata Mae?
Nguli saja, nguli saja. Kau nekat coba-coba nyopet. Nguli lebih baik dari
apapun yang dapat kau lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang yang
suka. Tapi Mae sudah terlalu tua. Cari kerja untuk orang semacam Mae yang tidak
punya tempat tinggal tentu sangat sukar. Orang takut kepada kita. Orang sukar
percaya. Percayalah Panut. kalau nguli kau bisa merasa senang.” Menggambrkan
bahwa orang-orang kecil seperti gelandangan sulit dipercaya oleh orang-orang.
Orang-orang selalu berpikir negatif terhadap gelandangan, karena banyak
pencopet, jambret itu berasal dari kaum gelandangan.
3)
Urbanisasi Pada Orde Baru
Tahun 1960-an khususnya di Yogyakarta
mengalami kemiskinan. Yogyakarta pasca kemerdekaan pernah menjadi Ibu Kota
Republik Indonesia dan simbol gelora nasionalisme yang sangat penting,
menimbulkan asumsi masyarakat bahwa kota tersebut akan menumbuhkan mobilitas
ekonomi yang menjanjikan. Pada masa itu (orde baru) banyak pekerja yang mengadu
nasib di Yogyakarta.
b.
Nilai
ekonomi
Naskah ini dibuat pada tahun 1967, di mana keadaan
perekonomian Indonesia masih sulit. Pada tahun 1960an, perekonomian Indonesia
sedang mengalami penurunan drastis karena hutang dan inflasi, sementara ekspor
menurun. Pendapatan devisa dari sektor perkebunan jatuh dari 442 juta dollar
Amerika Serikat pada tahun 1958 menjadi 330 juta dollar Amerika Serikat pada
tahun 1966. Lalu puncak inflasi di atas 100% terjadi pada tahun 1962-1965. Hal
itu terjadi karena pemerintah mencetk uang dengan mudahnya untuk membayar
hutang dan mendanai proyek-proyek megah seperti pembangunan monas. Lalu
pendapatan perkapita Indonesia menurun secara signifikan tahun 1962-1963.
Ditambah Soekarno saat itu menolak bantuan dari Amerika Serikat.
Hal tersebut menimbulkan kemelaratan pada masyarakat, dan
semakin menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Seperti Retno yang mencari
uang dengan menjual diri, Panut dengan mengemis, pura-pura gagu, mencopet,
bahkan maling.
c.
Nilai
Politik
1)
Pada
tahun 1963 Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dikarenakan
masuknya Malaysia sebagai negara anggota PBB. Hal tersebut mengakibatkan
Indonesia mendapatkan link bantuan,
sementara saat itu perekonomian Indonesia sedang sulit-sulitnya.
2)
Akibat
Dari Pergolakan Politik Indonesia
Pada
tahun 1966 telah terjadi pergolalan politik di Indonesia yang mengakibatkan
kemiskinan penduduk, terutama penduduk Yogyakarta.
3)
Sindiran-sindiran
Kepada Pemerintah
Pada dialog-dialog:
Retno : Tapi agak payah juga. Kita tidak bisa
mengetuk pintu itu. Bagaimana bisa? Ketukan kita tak ada artinya. Sama sekali
pada pintu berteralis besi itu. Koyal : Ya, untuk melengkapi sopan santun, kita
harus membalut badan kita dengan pakaian yang gemerlap sehingga segalanya tersembunyi
rapi.
Tukijan : Mereka orang-orang beragama, saya
berani taruhan sebagian dari mereka lebih jahat daripada penghuni emper-emper
toko. Untung saja mereka punya pakaian yang bagus-bagus dan bersih-bersih.
Pada
dialog Retno menggambarkan suara orang kecil yang tidak pernah didengar oleh
orang-orang besar. Orang kecil dan orang besar dalam hal ini adalah masyarakat
kecil dengan pemerintah.
d.
Nilai
Religi
Pada dialog “Selamat malam bulan gendut.”, “Tuhan itu tidak
ada. Tuhan itu racun. Tuhan itu arak. Candu. Tuhan itu asap rokok. Kata Mas
Marwoto.”
e.
Nilai
Moral
Pada dialog “Bagaimana kalau mereka marah?” “halah gampang.
Mulutnya kita sumpal dengan uang. Kan kita punya uang banyak.” Menggambarkan
krisis moral para pemimpin yang mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan
menyuap.
Pada dialog “orang kaya nggak boleh maling, bolehnya
korupsi.” Menggambarkan moral orang-orang kaya (pejabat) yang suka korupsi.
B. Analisis
Teori Dekonstruksi Naskah “Mega-Mega” Watak Retno
Dalam naskah drama “Mega-Mega” karya Arifin C. Noer, watak Retno liar dan tidak sopan. Hal ini
tergambar pada dialog antar tokoh, terutama dialog antara Retno dengan Mae.
Retno yang di sini lebih muda dari Mae bertindak tidak sopan. Dari
tutur bahasanya dan tingkah lakunya.
Contohnya pada dialog
berikut:
RETNO : Sama saja. (Menyanyi lagi)
MAE : Tidak. Kalau kau mbarang
untung-untung bisa masuk radio. Pasti bisa.
Kalaukau masuk radio kau akan lebih baik.
RETNO : (meludah)
Tingkah laku Retno yang liar digambarkan pada tindakan yang dilakukan Retno,
yaitu meludah sebagai tanda tidak setuju terhadap pernyataan Mae. Selain
menyatakan tanda tidak setuju, meludah sudah menjadi kebiasaan Retno untuk
mengiringi ucapan-ucapannya. Watak Retno yang
tidak sopan tergambar pada dialog Retno yang selalu
berkata kasar pada siapapun, termasuk Mae.
Contoh pembuktian
dialognya sebagai berikut:
MAE : Jadi sungguh-sungguh?
RETNO : (diam) Persetan!
MAE : Sungguh-sungguh sakit?
RETNO : Iya. kalau Mae ingin tahu,
melahirkan itu rasanya sakit.
Bisa jadi watak Retno yang liar dan tidak sopan
tersebut terbentuk karena dia hidup di lingkunganyang tidak tersentuh
pendidikan formal. Pekerjaannya yang tidak layak pun bisa jadi mempengaruhi
wataknya yang liar dan tidak sopan tersebut. Namun, jika melihat dengan kaca
mata dekontruksi, kita bisa melihat sisi baik tokoh Retno. Sisi baik tersebut
adalah Retno yang memiliki hati lembut, penyayang dan setia pada keluarganya,
meskipun akhirnya ia meninggalkan keluarganya karena tuntutan keadaan. Hal ini
digambarkan pada dialog berikut ini:
TUKIJAN : Tentu saja kau jadi bingung. Sudah
saya bilang yang harus kau lakukan sekarang adalah berpikir bukan merasakan.
RETNO : Saya bingung karena terlampau
banyak orang yang saya cintai. Dan, O Gusti, saya tidak bisa melupakannya. Saya
sangat mencintai perempuan tua itu juga.
lalu dialog antar tokoh berikut:
RETNO : (mendekati Mae) Saya tidak akan
pergi, Mae. Saya tidak mau.
MAE : Mae akan mengatakan sesuatu.
RETNO : Kali ini saya akan mendengarkan
lebih dari yang pernah saya lakukan.
MAE : Kau memang anak perempuan
saya. Kau cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri
tidak tahu (diam) Sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae;
Pergilah dengan Tukijan.
RETNO : (menangis dan memeluk) Tidak,
Mae. Saya tidak bisa.
III. PENUTUP
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, telah terbukti bahwa watak tokoh
Retno dalam naskah drama “Mega-Mega” karya Arifin C. Noer tidak semuanya jelek.
Tokoh Retno dalam naskah drama “Mega-Mega” karya Arifin C. Noer juga
memiliki watak yang penyayang, berhati lembut, dan setia.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Fiksiline. 2015. “Naskah “Mega-mega” Karya: Arifin C.
Noer”. Diambil dari: https://banongautama.wordpress.com/2015/09/28/naskah-mega-mega-karya-arifin-c-noer/..
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori
Pengkajian Fiksi. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Filsafat, rumah. 2009. “Derrida dan Dekontruksi”. Diambil dari: https://rumahfilsafat.com/2009/11/29/derrida-dan-dekonstruksi/
Hadi, Abdul. 2017. “Nilai-Nilai
dan Konsep dalam Seni Teater”. Diambil dari: http://www.softilmu.com/2015/11/nilai-nilai-dan-konsep-dalam-seni-teater.html
V.
LAMPIRAN
Bagian Pertama
Di bawah mega…
Bagian awal diperlihatkan
tokoh retno dan mae yang berada di bawah terang bulan.; Retno digambarkan
tengah ‘mangkal’ di alun-alun kota dekat beringin itu bersama dengan dengan mae
tidak jauh darinya. Mae memuji kemamuan retno dalam menyanyi kemudian datang
seorang pemuda danretno pun mengejar pemuda tersebut. Katanya “rejeki tidak
boleh terbang begitu saja.”
Selanjutnya Panut datang dengan kondisi tidak bicara bisa atau gagap sehingga
membuat panik mae. Namun ternyata itu hanya guyonan saja. Kemudian terjadi
perincangan antara panut dan mae. Mereka berbicara tentang panut yang berhenti
dari mencopet dan maling menjadi pengemis bisu. Mereka juga berbicara tentang
tukijan yang (katanya) pergi ke sumantrah tapi ternyata sedang nongkrong di
bioskop indra.
Retno
tiba-tiba muncul kembali dengan perasaan geram karena pemuda yang lewat tadi
mengacuhkannya. Kemudian perbincangan terjadi lagi antara mae dan retno.
Diketahui bahwa dulu retno punya anak namun anaknya telah mati, mae menyalahkan
retno akan hal itu. Diketahui juga bahwa mae adalah seorang perempuan mandul.
Ia merasa kesepian sebagai seorang perempuan, sebagai seorang manusia.
Tidak
lama, muncul tokoh lain, yaitu hamung si kaki pincang, dia kesal pada tukijan
karena tahu tukijan tidak jadi pergi ke sumatera. Mae merasa bahwa ia akan
sangat kesepian karena diitinggal oleh tukijan, koyal dan yang ainnya. Namun,
retno menyemangatai dengan berkata bahwa dia tidak akan meninggalan mae
sendiri. Mae sudah mereka anggap sebagai ibu bagi retno dan lainnya. Koyal pun
ikut bergabung dengan berteriak bahwa ia mendaat lotre, tapi ternyata
tidak. Dia hanya membual saja. Koyal adalah penghayal kelas berat. Yang ia
pikirkan hanya uang, uang dan uang. Tiba-tiba panut datang dan mengajak koyal
untuk ikut pergi dengannya malam ini, mae tidak setuju dan menentang panut.
Panut kemudian pergi karena koyal tidak ingin ikut dengannya. Dan terakhir
adalah kemunculan tukijan. Sementara hamung dan koyal pergi, perbincanagan
ringan pun terjadi antara tukijan dengan mae. Mereka seperti ibu dan anak
sulung dalam keluarga. Tukijan juga membujuk retno agar ikut dengannya, tapi
retno menolak ia berkata bahwa jika ia ikut ia hanya akan merepotkan tukijan.
Walau begitu ia tetap mencintai tukijan. Mae termenung, retno mengumpat dan
pergi disusul juga oleh tukijan dan orkes jalanan pun menyusup sayup dalam
kegelapan.
Bagian Kedua
Di atas mega
Bagian
kedua diwaali dengan kemunculan tokoh koyol.ia terlihat sedang memainkan
sulingnya. Ia bicara pada beringin dan bulan gendut. Ketika ia melihat nomor
lotere miliknya ternyata menang. Ia sangat senang. Ia membayangkan akan
jadi orang yang punya banyak uang. Ia baangunkan satu persatu teman-temanya. Ia
menyuruh mereka satu per satu untuk berkata bahwa koyal menang lotere. Semuanya
menurut hanya saja tukijan enggan dan jengkel. Ujaran “aku menang lotere” pun
berganti menjadi “kita menang lotere!” semua berteriak dan berseru. Mereka pun
pergi ke bank untuk menukarkan kupon lotere itu.
Mereka
mendatangi rumah diektur. Berteriak-teriak dan mengetuk pintunya dengan batu.
Direktur itu keluar dan berkata kupon lotere itu tidak perlu ditukar uang.
Cukup ditunjukkan saja, maka pemiliknya bebas membeli apa saja. Sontak mereka
menjadi girang. Mereka pun pergi ke tempat makan gudeg. Mereka makan dengan
rakus dan lahap kecuali tukijan. Selanjutnya mereka pergi ke toko pakaian Kim
Sin.
Mereka
menaiki sedan dan berlalu lagi dengan kencang. Mereka membeli jeruk. Mae
berkeinginan naik kuda begitu pun retno. Dan mereka pun berhasil mednapat
kudanya. Mereka semua akhirnya naik kuda dan lenyap.
Kemudian
tiba-tiba perbincangan di antara mereka bersuasana di sebuah keraton. Ada
rajinda, kanda, pati, nanda, ibunda, gusti prabu dan lainnya.
Semua
kejadian pada bagian ini sebenarnya hanya khayalan dari tokoh koyal. Ia memang
tidak waras. Ketika yang lain tertidur, ia tertawa terpingkal-pingkal menghayal
tentang kejadian tadi. Selanjutnya ia pun menyusul yang lain pergi tidur.
Bagian Ketiga
Di atas mega
Bagian ketiga ini dibuka oleh
tokoh koyal dan khayalannya. Ia bicara pada beringin, rumput, dan bulan
seolah-olah mereka memang nyata dan hidup. Koyalsebenanrnya jatuh cinta pada
retno sama seperti tukijan. Ketika koyal mengusap-usap betis retno, tukijan yang
melihat itu langsung marah. Ia mencoba menghajar koyal. Ia tempeleng pipi koyal
shingga koyal ketakutan. Namun, mae terbangun dan mencegahnya.ia juga marah
mengetahui ikat pinggangnya ada pada koyal.
Koyal
memang seorang yang tidak waras. Tukijan pun berusaha untuk menyembuhkan
ketidakwarasan koyal dengan menyobek kertas lotre miliknya. Mae menentang,
hamung membiarkan dan tentunya koyal begitu terpukul.
Hamung
berbincang dengan panut. Panut memberikan sebungkus rokok keretk mahal pada
hamung. Hamung senang. Dia bahkan diberi sejumlah uang untuk perjalanannya
nanti. Mae tentu saja marah mengetahuinya. Darimana panut dapat uang itu, itu
pasti uang curian.panut mencoba membujuk mae dan hendak memberinya sejumlah
uang pula, tapi mae tidak mau. Mae tidak mau menerima uang tanpa berkerja
terlebih dahulu. Mendapati penolakan mae, panut pun pergi.
Mae
sebenenarnya mersa takut jika ditinggalkan oleh anak-anaknya. Terutama retno.
Tidak lama berselang retno dan tukijan pun muncul. Mereka berbincang. Retno di
ajak tukijan pergi merantau, retno pun mengemasi barangnya. Tetapi ketika
melihat mae mnangis di beringin itu, etno terdiam gamang. Ia tidak bis
meninggalkan mae sendiri. Ia sangat mencintainya. Mae sudah seperti ibunya sendiri.
Namun, pada akhirnya justru mae lah yang mengikhlaskan kepergian retno.
Maeberkata bahwa retno bisa terbiasa tinggal di seberang sana. Tukijan dan
retno pun pergi setelah meminta restu mae. Selanjutnya, hany tersisa koyal yang
tidakwaras itu tinggal bersama mae dan mungkin juga panut (mungkin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar