A.
LATAR BELAKANG DAN
PENGERTIAN
Cita-cita nasional
Indonesia telah dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 Alenia ke II, maka rumusan
tujuan nasional ada pada Alenia IV. Selain itu bangsa Indonesia juga memiliki
kepentingan nasional sebagai syarat untuk mewujudkan tujuan nasional. Adapun kepentingan
nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia ialah upaya menjamin persatuan dan
kesatuan wilayah, bangsa dan segenap aspek kehidupan nasional.
1.
Latar Belakang
Historis Munculnya Konsepsi Wawasan Nusantara
Konsepsi
tentang nusantara sebagai kesatuan wilayah mulai muncul sejak Indonesia mengumumkan Deklarasi Djuanda
tanggal 13 Desember 1957, yang berisi tuntutan : pertama, lebar laut wilayah
Indonesia adalah 12 mildan kedua, bentuk geografi Indonesia adalah kepulauan
dengan sifat dan corak tersendiri (konsepsi negara kepulauan).
2.
Unsur Dasar
Pemikiran Wawasan Nusantara
Ada
tiga faktor yang menjadi dasar pemikiran wawasan nusantara yaitu : yang
pertama, geografis, geopolitik dan geostrategis; kedua yaitu historis dan
yuridis formal; ketiga yaitu kepentingan nasional.
a.
Geografis,
Geopolitik, Geostrategis
1)
Keadaan Geografis
-
Panjang wilayah
mencakup 1/8 gari khatulistiwa.
-
Jarak terjauh
Utara-Selatan kurang lebih 1.888 Km, sedangkan jarak terjauh Barat-Timur kurang
lebih 5.110 Km.
-
Terletak diantara
6 derajat LU – 11 derajat LS dan 95 derajat BT – 141 derajat BT.
-
Jumlah pulau ada
17.508 buah (yang memiliki nama baru 6.044).
-
Luas wilayah
seluruhnya adalah 5.193.250 km2, dan pengairan 3.166.163 km2.
-
Tanahnya
mengandung kekayaan alam yang potensial.
-
Jumlah penduduknya
dengan tahun 2000 kurang lebih 220 juta jiwa.
-
Distribusi
penduduk tidak merata.
2)
Geopolitik
Geopolitik
mempelajari fenomena politik dari aspek geografi, sedangkan ilmu bumi politik
mempelajari fenomena geografi dari aspek politik.
-
Wawasan Bahari
Sir
Walter Raleigh, seorang bangsawan Inggris di abad ke-16 mengemukakan sebuah
dalil : “siapa menguasai lautan, dia menguasai kekayaan-kekayaan dunia dan
dengan itu dia menguasai dunia itu sendiri”.
-
Wawasan Benua
Sir
Halford Mackinder mengemukakan sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai teori
daerah jantung. Daerah jantung tersebut meliputi wilayah yang membentang dari
Jerman sampai Siberia Tengah.
-
Wawasan Kombinasi
Wawasan
kombinasi merupakan integrasi dari beberapa wawasan, saat ini dianut oleh
banyak negara yang pelaksanaanya disesuaikan dengan keperluan da kondisi
setempat.
-
Wawasan Geopolitik
Ketika
di akhir Abad 19 teori evolusi Darwin, metodelogi IPA dan biologi sedang
populer di Eropa, maka banyak cabang ilmu lain yang kemudian mengetrapkannya.
Seorang ahli geografi mengembangkan sebuah teori yang dikenal sebagai teori
ruang.
-
Wawasan Dirgantara
Teori
ini baru muncul setelah perang dunia berkat tulisan Guilio Douher (1869-1930).
Sesuai dengan ideologi pancasila, bangsa Indonesia mengembangkan geopolitik
tersendiri yang tidak ekspansionis dan tanpa unsur kekerasan.
3)
Geostrategis
Indonesia
-
Demografi, Asia
(Utara) berpenduduk padat dan Australia (Selatan) jarang.
-
Ideologi antara
komunisme di utara dan liberalisme di selatan.
-
Politik, antara
demokrasi rakyat di utara dan demokrasi parlemen di selatan.
-
Ekonomi, antara
sistem ekonomi terpusat di utara dan sistem ekonomi liberal di selatan.
-
Sosial, antara
sosialisme diutara dan individualisme di selatan.
-
Budaya, antara
budaya timur di utara dan budaya barat di selatan.
-
Militer, antara
sistem pertahanan kontinental diutara dan maritim di selatan.
b.
Landasan Historis
dan Yuridis Formal
Pada
saat NKRI terbentuk di tahun 1945, batas wilayah Indonesia di laut masih
mengacu pada Ordonasi Tahun 1939 kolonian Hindia Belanda. Apabila diteliti
hakikat, motif dan perkembangan mereka, jelas bahwa semua itu adalah dalam
rangka memperluas lebar laut teritorial dengan ruang udara diatasnya secara
terselubung.
c.
Kepentingan
Nasional
Dalam
perwujudannya Wawasan Nusantara akan berupa suatu gejala atau fenomena sosial
yang bergerak/bekerja menyelenggarakan dan menjamin kelangsungan hidup seluruh
bangsa dan negara Indonesia. Salah satu kepentingan nasional tersebut merupakan
turunan lanjut dari cita-cita, visi dan tujuan nasional.
B.
Kedaulatan Negara
di Laut, Ruang Udara dan GSO
1.
Sejarah
Perkembangan Hukum Laut Dunia
Sejak
berabad-abad lalu dunia telah diwarnai oleh perdebatan tentang masalah hukum
laut Internasional. Ada dua konsepsi pokok, yaitu :
a.
Res Nullius, yang
beranggapan bahwa laut tidak ada yang memiliki, sehingga dapat diambil atau
dimiliki oleh siapapun.
b.
Res Communius,
yang beranggapan bahwa laut adalah milik masyarakat dunia dan karena itu tidak
dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara.
Pada tahun 1939 pemerintah kolonial Hindia
Belanda mengeluarkan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO)
mengenai batas teritorial di laut. Dikarenakan tidak ada acuan lain, maka
konsep Van Bynkershoek menjadi satu-satunya acuan. Saat itu lebar laut
teritorial Hindia Belanda ditetapkan sejauh 3 mil, diukur dari titik terendah
saat air laut surut. Ketentuan tersebut terus berlaku hingga Indonesia merdeka.
2.
Perjuangan RI
Menegakkan Kedaulatan di Laut
Setelah
Indonesia merdeka, ketentuan Ordonansi 1939 dirasa sangat merugikan, karena
wilayah Indonesia menjadi terpecah-pecah. Antara pulau yan satu dengan pulau
yang lain diantarai oleh selat yang merupakan laut bebas (laut Internasional),
sehingga kapal-kapal asing bisa bebas berlalu-lalang. Sampai dengan tahun 1993
UNCLOS (The United Nation Convention on Law of the Sea) 1982 telah di
ratifikasi oleh 60 negara dan sejak 16 Novermber 1994 menjadi hukum positif.
Bagi Indonesia berlakunya UNCLOS 1982 memberi banyak keuntungan, yaitu makin
bertambah luasnya perairan yurisdiksi nasional berikut kekayaan alam yang
terkandung didalamnya. Dan terbukanya peluang untuk memanfaatkan laut sebagai
media transportasi. Namun demikian disisi lain dengan semakin luasnya wilayah
maka potensi kerawanan pun akan bertambah besar. Setelah batas teritorial di
laut dikukuhkan oleh UNCLOS 1982 perjuangan Indonesia berikutnya ialah
menegakkan kedaulatan di dirgantara atau wilayah Indonesia secara vertikal,
khususnya dalam rangka memanfaatkan wilayah GSO (Geo Stationery Orbit).
3.
Kedaulatan Negara
di Ruang Udara
Masalah
ruang udara tampaknya telah menjadi persoalan jauh sebelum “ruang udara”
dijadikan lintas penerbangan. Permasalahan baru muncul setelah manusia mulai
mampu menggunakan ruang udara bagi kegiatan penerbangan. Khayalan tentang
kendaraan angkasa seperti halnya helikopter di masa sekarang muncul pertama
kali pada abad 15 dalam lukisan seniman besar Renaissance, Leonardo da Vinci.
Sejalan dengan perkembangan teknologi penerbangan, maka sejak akhir abad ke-19
orang mulai mempersoalkan tentang bebas tidaknya ruang udara. Selain dipicu
oleh penggunaan balon udara untuk kepentingan militer, masalah itu juga timbul
karena baik balon udara maupun pesawat terbang memerlukan ruang udara (air
space) dan gas udara (gaseous air). Artinya manusia tidak mungkin melakukan
penerbangan “di luar” ruang udara. Disini lalu muncul berbagai teori tetang
kedaulatan di ruang udara, disusul oleh konvensi-konvensi menentukan batas
teritorial ruang udara.
a.
Berbagai Teori
tentang Kedaulatan Negara di Ruang Udara
Terdapat
dua teori tentang kedaulatan ruang udara , yaitu :
1)
Teori Udara Bebas
(The Air Freedom Theory)
Penganut
teori ini berpendapat karena sifatnya, maka udara itu bebas. Mereka membedakan
menjadi tiga aliran yaitu :
a.
Kebebasan ruang
udara tanpa batas. Pendapat ini dianut oleh kaum Publicist, diantaranya
Wheaton. Bluntschli, Stephan dan Nys, yang mendasarkan pendiriannya pada
pendapat :
-
Seperti halnya
lautan, udara merupakan suatu unsur menjadi milik bersama segala makhluk di
dunia.
-
Tidak ada suatu
negara yang dapat melaksanakan penguasaan terhadap udara.
-
Pada hakikatnya
arus-arus udara memasuki wilayah negara secara tidak sah, cara meninggalkannya
pun juga tidak bergantung dari kehendak dan keadaan negara kolong.
-
Udara merupakan
suatu unsur yang tidak mungkin menjadi pemilikan atau kedaulatan.
b.
Kebebasan ruang
udara yang dilekati beberapa ha khusus negara kolong (subjacent state) . aliran
ini berpendapat bahwa secara fisik udara tidak dapat dijadikan objek pemilikan,
karena tidak dapat secara terus-menerus dikuasai atau diduduki oleh siapapun.
Sebagai contoh, suatu negara dapat melakukan kedaulatannya terhadap padang
pasir yang luas dan terpencil, asal saja dia dapat menjamin keamanan dan
kemudian mengawasinya.
c.
Kebebasan ruang
udara, kemudian diadakan semacam wilayah teritorial atau zone di daerah mana
hak-hak tertentu negara kolong dapat dilaksanakan. Prinsipnya, udara adalah
bebas, tetapi negara kolong mendapat hak khusus untuk mencegah penggunaan ruang
udara oleh negara lain dengan sewenang-wenang sehingga membahayakan negara
kolong tersebut.
2)
Teori Negara
Berdaulat di Ruang Udara (The Air Souvereignity Theory)
Penganut
teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga aliran yaitu :
a.
Negara kolong
(subjacent state) berdaulat penuh hanya terhadap suatu ketinggian tertentu.
b.
Negara kolong
berdaulat penuh, tetapi dibatasi oleh hak lintas damai (freedom of innocent
passage) bagi navigasi pesawat udara asing.
c.
Negara kolong
berdaulat penuh tanpa batas (up to the sky) .
b.
Beberapa
Konvensi Hukum Udara
1)
Konvensi Paris
(1919)
Awal
abad ke 20 di Eropa balon-balon udara bebas berterbangan dari negara satu ke
negara lain, tergantung arah angin bertiup. Tahun 1909 Bleriot, seorang Prancis
bahkan melakukan pnerbangan yang menggemparkan, yakni melintasi Selat Calais
dan mendarat di Inggris. Prancis merasa terganggu dengan adanya balon-balon
bebas yang melintas maupun mendarat bebas di negerinya, sejak tahun 1908 mulai mempermasalahkannya.
Ketika permintaannya agar pihak militer Jerman menertibkan para penerbangannya
tidak ditanggapi, Perancis lalu mengundang sejumlah negara Erropa untuk
membicarakannya.
2)
Konvensi Chiacago
Menjelang
Perang Dunia II sejumlah maskapai penerbangan milik Belanda dapat dikatakan
telah menguasai jaringan penerbangan komersial d seluruh dunia. Sementara itu,
keunggulan AU sekutu selama perang dunia II, nampaknya membuat merekan ingin
mengatur kembali konvensi sesuai dengan kepentingan mereka. Niat itu mendorong
diselenggarakannya Konvensi di Chicago tahun 1944.
Polemik
diseputar kedaulatan negara dan masalah ruang udara (air space) rumusan
Konvensi Chicago 1994 itu melahirkan beberapa teori tentang kedaulatan negara
diruang udara sebagai berikut :
a.
Penafsiran Ruang
Udara Negara Secara Logika Yuridhis
Dua
hal yang disoroti oleh teori ini, yang pertama istilah airspace, dan kedua
aircraft. Kedua istilah itu ternyata menimbulkan banyak penafsiran khususnya
terkait dengan batas ketinggian dan kedaulatan negara di ruang udara.
b.
Teori Penguasaan
Cooper (Cooper’s Control Theory)
Tahun
1951 Cooper mengajukan teori bahwa kedaulatan negara di ruang udara ditentukan
oleh kemampuan negara yang bersangkutan dalam menguasai ruang udara yang ada di
atas wilayahnya. Alesannya, jiwa dan isi Konvensi Chicago 1944 tidak pernah
membatasi perluasan kedaulatan negara di ruang udara sampai ke daerah “di atas”
atmosfir.
c.
Teori Ruang Udara
Schater (Schachter’s Air Space Theory)
Menurut
Schater, kedaulatan negara diruang udara hanya terbatas di daerah dimana
penerbangan dapat dilakukan dengan pesawat udara yang dikemudikan oleh manusia
(navigable airspace).
d.
Penafsiran
Kedaulatan Negara Pasca-Sputnik I
Tanggal
4 Oktober 1957 dunia digemparkan oleh keberhasilan Uni Soviet meluncurkan
pesawat Sputnik I ke ruang angkasa. Kejadian itu menambah keyakinan bahwa suatu
saat manusia akan sanggup melakukan penerbangan antar planet. Perubahan
paradigma tersebut memunculkan berbagai pendapat atau teori sebagai berikut :
-
Teori Bin Cheng
Yang
membagi ruang penerbangan (flight space) secara fisik menjadi dua, yaitu ruang
udara (air space) dan ruang angkasa (outher space)
-
Teori Cooper
Merevisi
pendapatnya terdahulu, Cooper membagi ruang udara menjadi tiga zone, yaitu :
pertama ruang udara (airspace) atau ruang udara teritorial, yang kedua ruang
udara tambahan (contiguous airspace), dan ketiga yaitu ruang bebas bagi segala
macam penerbangan oleh negara manapun.
-
Mc Dougal yang
berpendapat bahwa hapir sama dengan Cooper menyarankan adanya konsep jalan
tengah.
-
Jessup dan
Taubenfeld. Dua tokoh ini mengemukakan adanya dua cara untuk mengukur luas
wilayah kedaulatan di ruang udara, yaitu :
·
Model Kerucut,
yakni dengan menarik garis lurus dari titik pusat bumi melalui perbatasan
negara di daratan lurus ke angkasa.
·
Model Cerobong,
yaitu dengan cara menarik garis-garis yang sejajar dengan garis lurus yang
ditarik dari pusat bumi ke titik pusat di wilayah negara melalui
perbatasan-perbatasan negara di daratan dan lautan menuju ke angkasa.
-
Haley’s Unanimity
Theory berkeyakinan bahwa hukum selalu mendahului manusia di angkasa.
-
Pepin, Goedhuis
dan Aaranson berpendapat bahwa untuk menetapkan istilah ruang udara perlu
ditentukan perbatasan antara ruang udara dan ruang angkasa.
4.
Perjuangan RI
Menegakkan Kedaulatan Negara di GSO
Setelah peluncura satelit telekomunikasi Palapa A-1 di
tahun 1976 di susul oleh satelit-satelit generasi selanjutnya secara
berkesinambungan, maka Indonesia mulai memasuki era pemanfaatan teknologi ruang
angkasa yang saat ini penting arinya bagi perwujudan Doktrin Nusantara. Satelit
tersebut di tempatkan pada satu orbit yang di sebut GSO . hanya di GSO inilah
satelit bisa berfungsi, di liar itu satelit tidak berfungsi. Secara teknis GSO
merupakan sumber daya alam yang terbatas (limites natural resources), karena
hanya dapat ditempati oleh benda-benda angkasa dalam jumlah terbatas. Untuk
mengukuhkan integritas kedaulatan wilayah di GSO, Indonesia telah melakukan
beberapa upaya antara lain melalui :
a.
Deklarasi Bogota
1976
Dalam
pertemuan di Bogota, Klumbia tahun 1976 yang dihadiri oleh 7 negara
khatulistiwa dicapai kesepakatan yang kemudian di tuangkan dalam satu
deklarasi. Intinya mereka mengajukan atas GSO diatas wilayah teritorial mereka.
Tuntutan itu bukan bersifat kewilayahan (territorial claim), tetapi sebagai
reaksi terhadap ketidakadilan dalam pemanfaatan GSO.
b.
Pertemuan Quito
(Ekuador) 1982
Pertemuan
ini tidak berhasil mengeluarkan suatu deklaraso, tetapi hanya final minutes yang
terdiri dari 6 prinsip, antara lain bahwa tuntutan negara-negara khatulistiwa
terrhadap GSO merupakan tuntutan “hak-hak kelangsungan hidup” yang harus
dilaksanakan melalui penerapan prinsip hukum sui generis bagi GSO.
c.
Konferensi
Unispace II Tahun 1982
Dalam
konferensi Unispace II di Wina tahun 1982, negara-negara katulistiwa kembali
mengusulkan dibentuknya rejim hukum sui generis bagi GSO dibawah pengaturan PBB
atau ITU serta diberikannya hak berdaulat atas GSO bagi mereka.
d.
Pertemuan Nairobi
1982
Dalam
pertemuan ITU di Nairobi, Kenya, rumusan pasal 32 (2) Konvensi ITU 1973 diubah
dan dinyatakan bahwa dalam rangka pemanfaatan GSO secara lebih efektif dan
ekonomis harus senantiasa memperhatikan negara-negara yang membutuhkan bantuan,
negara yang sedang berkembang dan negara khusus katulistiwa.
e.
Pertemuan Sub
Komite Hukum UN-COPUOS 1983, 1984, dan 1985
Pertemuan
ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan Unispace II 1982 di Wina. Di
situ dibahas masalah pengaturan GSO melalui rezim hukum sui generis dengan
menganalogikannya pada rejim ZEE dalam hukum laut.
f.
World
Administrative Radio Conference 1985
Pertemuan
ini membahas apriori planning dalam pemanfaatan GSO, yaitu suatu upaya yang
memungkinkan setiap negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemanfaatan
GSO tanpa memandang tingkat perkembangan ekonomi maupun IPTEK-nya. Tanggal 26
November 1979 Indonesia mengeluarkan kebijakan yang dikenal sebagai “Posisi
Dasar RI 1979” yang berisi :
1)
Pengakuan bahwa
GSO merupakan sumber daya alam terbatas yang memiliki ciri-ciri khusus.
2)
Pengakuan hak
berdaulat negara-negara khatulistiwa.
3)
Hak berdaulat
tersebut hanya untuk tujuan yang ditentukan misalnya, untuk kepentingan rakyat
negara khatulistiwa dan masyarakat internasional, untuk mencegah kejenuhan GSO,
dan untuk mencegah akibat yang dapat merugikan kepentingan negara katulistiwa.
4)
Transit bebas
untuk satelit-satelit yang telah disetujui ITU dalam penerbangan gravitasi
diluar GSO.
C.
Ajaran Dasar
Wawasan Nusantara
1.
Pengertian Wawasan
Nusantara
Dilatarbelakangi
oleh teori tentang wawasan, falsafah Pancasila, aspek kewilayahan, sosial
budaya dan kesejarahan, maka muncul berbagai rumusan tentang konsepsi Wawasan
Nusantara sebagai berikut :
a.
Berdasarkan TAP
MPR RI Tahun 1993 dan 1999 tentang GBHN, wawasan nusantara ialah cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta wilayah.
b.
Menurut Prof. Dr.
Wan Usman (Ketua Program S-2 PKN UI) wawasan nusantara ialah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara dengan semua
aspek kehidupan yang beragam.
c.
Menurut Kelopok
Kerja Wawasan Nusantara dari Lemhannas tahun 1999, wawasan nusantara ialah cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam
dan bernilai strategis.
d.
Wawasan Nusantara
sebagai Geopolitik bangsa Indonesia adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai
strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap
mengormati kebhinekaan dalam setiap aspek.
2.
Unsur Dasar
Konsepsi Wawasan Nusantara
Konsepsi
wawasan nusantara terdiri dari tiga unsur dasar, yaitu wadah (contour), isi
(content), dan tata laku (conduct) yang ketiganya dapat dijelaskan sebagai
berikut,
a.
Wadah (contour)
Wadah
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ialah seluruh “Tanah Tumpah
Darah”. Wawasan nusantara sebagai wadah memiliki tiga komponen, yaitu wujud
wilayah, tata inti organisasi dan tata kelengkapan organisasi.
b.
Isi (content)
Isi
wawasan nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia dalam
eksistensinya, yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang terpadu.
c.
Tata Laku
(conduct)
Tata
laku wawasan nusantara mencakup dua segi yaitu, tata laku batiniah untuk
membentuk sikap mental bangsa, yang meliputi cipta, rasa dan krasa. Dan tata
laku lahiriah yang merupakan kekuatan utuh, dalam arti kemanunggalan kata dan
karya, keterpaduan antara ucapan dan perbuatan.
3.
Hakikat Wawasan
Nusantara
Hakikat
wawasan nusantara ialah “keutuhan nusantara atau nasional”, dalam pengertian :
cara pandang yang selalu utuh dan menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi
kepentingan nasional.
4.
Asas Wawasan
Nusantara
Asas
wawasan nusantara ialah ketemtuan atau kaidah dasar yang harus dipatuhui,
ditaati, dipelihara dan diciptakan, demi ketaatan setiap komponen dan unsur
pembentuk bangsa (suku atau golongan) terhadap kesepakatan bersama. Adapun
rinciannya ialah kepentingan yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas,
kerjasama, dan kesetiaan kepada kesepakatan bersama.
5.
Arah Pandang
Dengan
latar belakang budaya, sejarah serta kondisi dan konstelasi geografi dan
lingkungan strategis, maka wawasan nusantara mempunyai dua arah pandang yaitu
arah pandang kedalam yang bertujuan
menjamin perwujudan persatuan segenap aspek kehidupan nasional baik alamiah
maupun sosial. Arah pandang ke luar ditunjukan untuk terjaminnya kepentingan
nasional dalam dunia yang serba berubah.
6.
Kedudukam, Fungsi
dan Tujuan
a.
Kedudukan
1)
Wawasan nusantara
sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia adalah suatu ajaran yang diyakini
keberadaannya oleh seluruh rakyat.
2)
Wawasan nasional
dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya yaitu pancasila
sebagai falsafah dan ideologi nasional, UUD 1945 berkedudukan sebagai
Konstitusional, wawasan nasional sebagai visi nasional, ketahanan nasional
sebagai konsepsi nasional, dan GBHNsebagai politik dan strategi nasional.
b.
Fungsi
Wawasan
Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam
menentukan segala kebijakan, keputusan tindakan dan perbuatan, baik bagi
penyelenggara negara tingkat pusat dan daerah, maupun bagi seluruh rakyat atau
masyarakat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.
Tujuan
Wawasan
Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang/aspek
kehidupan rakyat Indonesia, demi tercapainya tujuan nasional.
D.
Implementasi
Wawasan Nusantara
Sebagai cara pandang dan visi nasional, wawasan
nusantara harus dijadikan arahan, pedoman, acuan, dan tuntunan bagi setiap
individu bangsa Indonesia. oleh karena itu, implementasinya harus tercermin
pada pola pikir, sikap, dan tindakan yang senantiasa mendahulukan kepentingan
bangsa dan negara.
1.
Wawasan Nusantara
sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Falsafah
pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa yang sesuai dengan
aspirasinya. Dengan demikian, wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya
mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional guna menjamin persatuan, kesatuan
dan keutuhan bangsa serta untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.
2.
Wawasan Nusantara
dalam Pembangunan Nasional
a.
Perwujudan
kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik
1)
Kebulatan wilayah
dengan segala isinya merupakan modal dan milik bersama bangsa Indonesia.
2)
Keanekaragaman
suku, budaya, bahasa daerah, dan agama yang dianut, tetap dalam kesatuan
Indonesia.
3)
Secara psikologis
bangsa Indonesia merasa satu persaudaraan, senasib, dan sepenanggungan,
sebangsa dan setanah air untuk mencapai cita-cita yang sama.
4)
Pancasila
merupakan falsafah dan ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang membimbing ke
arah dan tujuan dan cita-cita yang sama.
5)
Kehidupan politik
di seluruh wilayah nusantara merupakan sistem hukum nasional.
6)
Seluruh kepulauan
nusantara bersama bangsa-bangsa lain menciptakan ketertiban dunia dan
perdamaian abadi.
b.
Perwujudan
kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan ekonomi
1)
Kekayaan wilayah
nusantara, baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa.
2)
Tingkat
perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah.
3)
Kehidupan
perekonomian diseluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama
atas asas kekeluargaan.
c.
Perwujudan kepulauan
nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya
1)
Masyarakat
Indonesia adalah satu bangsa yang harus memiliki kehidupan serasi dengan
tingkat kemajuan yang merata dan seimbang.
2)
Budaya Indonesia pada
hakekatnya adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan
kekayaan budaya bangsa.
d.
Perwujudan
kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan keamanan
1)
Ancaman terhadap
satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya adalah ancaman terhadap seluruh
bangsa dan negara.
2)
Tiap warga negara
mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan
keamanan negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
3.
Penerapan Wawasan
Nusantara
a.
Salah satu manfaat
paling nyata dari penerapan Wawasan Nusantara ialah diterimanya konsepsi Wawasa
Nusantara di forum internasional, sehingga integritas wilayah teritorial
Indonesia terjamin.
b.
Pertambahan luas
wilayah sebagai ruang hidup itu menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar
untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
c.
Pertambahan luas
wilayah itu dapat diterima oleh dunia Internasional termasuk negara-negara
tetangga.
d.
Penerapan wawasan
nusantara dalam pembangunan nasional diberbagai bidang tampak pada berbagai
proyek sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi
e.
Penerapan dibidang
sosial budaya terlihat pada kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia yang
Bhineka Tunggal Ika tetap merasa sebangsa, setanah air, senasib sepenanggungan
denga asas Pancasila.
f.
Penerapan wawasan
nusantara dibidang Hankam terlihat pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh
rakyat.
4.
Hubungan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional
Dalam
proses pembangunan nasional, bangsa Indonesia akan dihadapkan pada berbagai
kendala dan ancaman. Untuk mengatasinya perlu dibangun suatu kondisi kehidupan
nasional yang disebut Ketahanan Nasional. Wawasan Nusantara sebagai pedoman
bagi pencapaian tujuan nasional, tidak akan ada artinya jika tanpa didukung
oleh Ketahanan Nasional yang tangguh. Oleh karena itu diperlukan suatu konsepsi
Ketahanan Nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.