Rabu, 28 Oktober 2020

ARGUMEN MENGENAI KASUS HILANGNYA TOLERANSI UMAT BERAGAMA DI YOGYAKARTA DALAM RANAH FILSAFAT ILMU

 

Dalam hal ini kasus yang akan saya ungkap yaitu kasus tentang intoleransi antar umat beragama di Indonesia khususnya di daerah Yogyakarta. Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika menyebut Yogyakarta semakin kehilangan semangat toleransi. Maraknya kasus penutupan rumah ibadah menjadi catatan buruk pelanggaran hak beribadah di daerah ini. Kasus intoleransi pada 2015 hingga Maret 2016 paling banyak terjadi di Kabupaten Sleman. Contoh kasusnya di antaranya penutupan tempat ibadah, pelarangan aktivitas ibadah, tidak dikeluarkannya izin mendirikan tempat ibadah, dan larangan melakukan diskusi di kampus. Kabupaten Bantul menjadi wilayah kedua terjadinya intoleransi setelah Sleman. Contohnya adalah penutupan pondok pesantren Waria Al-Fattah di Dusun Celenan, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Bantul, yang baru-baru ini terjadi. Setelah Bantul, Gunung Kidul menjadi daerah terjadinya kasus intoleransi. Misalnya ada kasus penyegelan dan penutupan paksa gereja. Kelompok intoleran pada 2016 kerap melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap kegiatan diskusi tentang Syiah, tragedi 1965, dan diskusi lintas agama. Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika mencatat pada 2015 setidaknya terdapat 15 kasus intoleransi. Dari total kasus intoleransi, yang paling banyak adalah pemerintah tidak memberi izin pendirian rumah ibadah. Tidak adanya izin ini terjadi akibat desakan kelompok intoleran.

Dalam hal ini praktik atau implementasi untuk menyikapi masalah tersebut dengan hasil belajar filsafat yaitu dengan menggunakan dasar bahwa dalam filsafat diajarkan untuk berfikir secara esensial yaitu cara berfikir yang mengarah pada inti permasalahannyamatau pada akar permasalahannya. Syarat untuk berfikir ini yaitu cukup berfikir secara logis dan rasional, maksudnya menegakkan fungsi akal dalam menghadapi masalah. Dalam kasus diatas dapat menggunakan cara berfikir ini karena cara pikir ini menggunakan cara yang logis dan masuk akal sehingga permasalahan yang diangkat juga bisa terselesaikan dengan damai tanpa ada yang perlu diperdebatkan lagi soal ketidakadilan. Apalagi menyangkut soal agama yang notabennya negara ini memiliki berbagai macam agama, dan dalam kasus diatas sangat dianjurkan untuk menggunakan cara berfikir secara esensial ini supaya tidak terjadi kasus intoleransi antar umat beragama di Indonesia.  Dan selain esensial ada juga cara berfikir secara normatif juga bisa di implementasikan dalam kasus ini, berfikir yang intinya suatu cara memahami setiap persoalan yang tidak sebatas pada hal-hal yang faktawi saja melainkan ada hal yang seharusnya. Dengan syarat pertimbangan rasional, ilmiah atau objektif. Pandangan ini berdasarkan etik, norma dan agama. Dalam kasus ini dapat dipakai pendekatan ini karena pendekatan ini mengacu pada religi seperti pada kasus diatas yang mengusung tentang keagamaan. Pada halnya sebagai negara yang terdiri dari berbagai macam umat beragama, secara kode etik atau norma yang berlaku seharusnya bisa menumbuhkan sikap saling menghargai perbedaan yang ada karena setiap orang berhak memilih agamanya sendiri dan lebih bisa bertoleransi terhadap apa yang mereka pilih. Untuk itu sangat diperlukan ilmu pengetahuan tentang filsafat supaya kita sebagai orang yang berilmu dapat mengetahui cara untuk mengatasi dan menerapkan apa yang sudah kita pelajari dalam filsafat untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar