Rabu, 28 Oktober 2020

WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA

 

A.    LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN

Cita-cita nasional Indonesia telah dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 Alenia ke II, maka rumusan tujuan nasional ada pada Alenia IV. Selain itu bangsa Indonesia juga memiliki kepentingan nasional sebagai syarat untuk mewujudkan tujuan nasional. Adapun kepentingan nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia ialah upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah, bangsa dan segenap aspek kehidupan nasional.

1.      Latar Belakang Historis Munculnya Konsepsi Wawasan Nusantara

Konsepsi tentang nusantara sebagai kesatuan wilayah mulai muncul sejak  Indonesia mengumumkan Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, yang berisi tuntutan : pertama, lebar laut wilayah Indonesia adalah 12 mildan kedua, bentuk geografi Indonesia adalah kepulauan dengan sifat dan corak tersendiri (konsepsi negara kepulauan).

2.      Unsur Dasar Pemikiran Wawasan Nusantara

Ada tiga faktor yang menjadi dasar pemikiran wawasan nusantara yaitu : yang pertama, geografis, geopolitik dan geostrategis; kedua yaitu historis dan yuridis formal; ketiga yaitu kepentingan nasional.

a.       Geografis, Geopolitik, Geostrategis

1)      Keadaan Geografis

-          Panjang wilayah mencakup 1/8 gari khatulistiwa.

-          Jarak terjauh Utara-Selatan kurang lebih 1.888 Km, sedangkan jarak terjauh Barat-Timur kurang lebih 5.110 Km.

-          Terletak diantara 6 derajat LU – 11 derajat LS dan 95 derajat BT – 141 derajat BT.

-          Jumlah pulau ada 17.508 buah (yang memiliki nama baru 6.044).

-          Luas wilayah seluruhnya adalah 5.193.250 km2, dan pengairan 3.166.163 km2.

-          Tanahnya mengandung kekayaan alam yang potensial.

-          Jumlah penduduknya dengan tahun 2000 kurang lebih 220 juta jiwa.

-          Distribusi penduduk tidak merata.

2)      Geopolitik

Geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi, sedangkan ilmu bumi politik mempelajari fenomena geografi dari aspek politik.

-          Wawasan Bahari

Sir Walter Raleigh, seorang bangsawan Inggris di abad ke-16 mengemukakan sebuah dalil : “siapa menguasai lautan, dia menguasai kekayaan-kekayaan dunia dan dengan itu dia menguasai dunia itu sendiri”.

-          Wawasan Benua

Sir Halford Mackinder mengemukakan sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai teori daerah jantung. Daerah jantung tersebut meliputi wilayah yang membentang dari Jerman sampai Siberia Tengah.

-          Wawasan Kombinasi

Wawasan kombinasi merupakan integrasi dari beberapa wawasan, saat ini dianut oleh banyak negara yang pelaksanaanya disesuaikan dengan keperluan da kondisi setempat.

-          Wawasan Geopolitik

Ketika di akhir Abad 19 teori evolusi Darwin, metodelogi IPA dan biologi sedang populer di Eropa, maka banyak cabang ilmu lain yang kemudian mengetrapkannya. Seorang ahli geografi mengembangkan sebuah teori yang dikenal sebagai teori ruang.

-          Wawasan Dirgantara

Teori ini baru muncul setelah perang dunia berkat tulisan Guilio Douher (1869-1930). Sesuai dengan ideologi pancasila, bangsa Indonesia mengembangkan geopolitik tersendiri yang tidak ekspansionis dan tanpa unsur kekerasan.

3)      Geostrategis Indonesia

-          Demografi, Asia (Utara) berpenduduk padat dan Australia (Selatan) jarang.

-          Ideologi antara komunisme di utara dan liberalisme di selatan.

-          Politik, antara demokrasi rakyat di utara dan demokrasi parlemen di selatan.

-          Ekonomi, antara sistem ekonomi terpusat di utara dan sistem ekonomi liberal di selatan.

-          Sosial, antara sosialisme diutara dan individualisme di selatan.

-          Budaya, antara budaya timur di utara dan budaya barat di selatan.

-          Militer, antara sistem pertahanan kontinental diutara dan maritim di selatan.

 

b.      Landasan Historis dan Yuridis Formal

Pada saat NKRI terbentuk di tahun 1945, batas wilayah Indonesia di laut masih mengacu pada Ordonasi Tahun 1939 kolonian Hindia Belanda. Apabila diteliti hakikat, motif dan perkembangan mereka, jelas bahwa semua itu adalah dalam rangka memperluas lebar laut teritorial dengan ruang udara diatasnya secara terselubung. 

c.       Kepentingan Nasional

Dalam perwujudannya Wawasan Nusantara akan berupa suatu gejala atau fenomena sosial yang bergerak/bekerja menyelenggarakan dan menjamin kelangsungan hidup seluruh bangsa dan negara Indonesia. Salah satu kepentingan nasional tersebut merupakan turunan lanjut dari cita-cita, visi dan tujuan nasional.

B.     Kedaulatan Negara di Laut, Ruang Udara dan GSO

1.      Sejarah Perkembangan Hukum Laut Dunia

Sejak berabad-abad lalu dunia telah diwarnai oleh perdebatan tentang masalah hukum laut Internasional. Ada dua konsepsi pokok, yaitu :

a.       Res Nullius, yang beranggapan bahwa laut tidak ada yang memiliki, sehingga dapat diambil atau dimiliki oleh siapapun.

b.      Res Communius, yang beranggapan bahwa laut adalah milik masyarakat dunia dan karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara.

Pada tahun 1939 pemerintah kolonial Hindia Belanda mengeluarkan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) mengenai batas teritorial di laut. Dikarenakan tidak ada acuan lain, maka konsep Van Bynkershoek menjadi satu-satunya acuan. Saat itu lebar laut teritorial Hindia Belanda ditetapkan sejauh 3 mil, diukur dari titik terendah saat air laut surut. Ketentuan tersebut terus berlaku hingga Indonesia merdeka.

2.      Perjuangan RI Menegakkan Kedaulatan di Laut

Setelah Indonesia merdeka, ketentuan Ordonansi 1939 dirasa sangat merugikan, karena wilayah Indonesia menjadi terpecah-pecah. Antara pulau yan satu dengan pulau yang lain diantarai oleh selat yang merupakan laut bebas (laut Internasional), sehingga kapal-kapal asing bisa bebas berlalu-lalang. Sampai dengan tahun 1993 UNCLOS (The United Nation Convention on Law of the Sea) 1982 telah di ratifikasi oleh 60 negara dan sejak 16 Novermber 1994 menjadi hukum positif. Bagi Indonesia berlakunya UNCLOS 1982 memberi banyak keuntungan, yaitu makin bertambah luasnya perairan yurisdiksi nasional berikut kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Dan terbukanya peluang untuk memanfaatkan laut sebagai media transportasi. Namun demikian disisi lain dengan semakin luasnya wilayah maka potensi kerawanan pun akan bertambah besar. Setelah batas teritorial di laut dikukuhkan oleh UNCLOS 1982 perjuangan Indonesia berikutnya ialah menegakkan kedaulatan di dirgantara atau wilayah Indonesia secara vertikal, khususnya dalam rangka memanfaatkan wilayah GSO (Geo Stationery Orbit).

3.      Kedaulatan Negara di Ruang Udara

Masalah ruang udara tampaknya telah menjadi persoalan jauh sebelum “ruang udara” dijadikan lintas penerbangan. Permasalahan baru muncul setelah manusia mulai mampu menggunakan ruang udara bagi kegiatan penerbangan. Khayalan tentang kendaraan angkasa seperti halnya helikopter di masa sekarang muncul pertama kali pada abad 15 dalam lukisan seniman besar Renaissance, Leonardo da Vinci. Sejalan dengan perkembangan teknologi penerbangan, maka sejak akhir abad ke-19 orang mulai mempersoalkan tentang bebas tidaknya ruang udara. Selain dipicu oleh penggunaan balon udara untuk kepentingan militer, masalah itu juga timbul karena baik balon udara maupun pesawat terbang memerlukan ruang udara (air space) dan gas udara (gaseous air). Artinya manusia tidak mungkin melakukan penerbangan “di luar” ruang udara. Disini lalu muncul berbagai teori tetang kedaulatan di ruang udara, disusul oleh konvensi-konvensi menentukan batas teritorial ruang udara.

a.       Berbagai Teori tentang Kedaulatan Negara di Ruang Udara

Terdapat dua teori tentang kedaulatan ruang udara , yaitu :

1)      Teori Udara Bebas (The Air Freedom Theory)

Penganut teori ini berpendapat karena sifatnya, maka udara itu bebas. Mereka membedakan menjadi tiga aliran yaitu :

a.       Kebebasan ruang udara tanpa batas. Pendapat ini dianut oleh kaum Publicist, diantaranya Wheaton. Bluntschli, Stephan dan Nys, yang mendasarkan pendiriannya pada pendapat :

-          Seperti halnya lautan, udara merupakan suatu unsur menjadi milik bersama segala makhluk di dunia.

-          Tidak ada suatu negara yang dapat melaksanakan penguasaan terhadap udara.

-          Pada hakikatnya arus-arus udara memasuki wilayah negara secara tidak sah, cara meninggalkannya pun juga tidak bergantung dari kehendak dan keadaan negara kolong.

-          Udara merupakan suatu unsur yang tidak mungkin menjadi pemilikan atau kedaulatan.

b.      Kebebasan ruang udara yang dilekati beberapa ha khusus negara kolong (subjacent state) . aliran ini berpendapat bahwa secara fisik udara tidak dapat dijadikan objek pemilikan, karena tidak dapat secara terus-menerus dikuasai atau diduduki oleh siapapun. Sebagai contoh, suatu negara dapat melakukan kedaulatannya terhadap padang pasir yang luas dan terpencil, asal saja dia dapat menjamin keamanan dan kemudian mengawasinya.

c.       Kebebasan ruang udara, kemudian diadakan semacam wilayah teritorial atau zone di daerah mana hak-hak tertentu negara kolong dapat dilaksanakan. Prinsipnya, udara adalah bebas, tetapi negara kolong mendapat hak khusus untuk mencegah penggunaan ruang udara oleh negara lain dengan sewenang-wenang sehingga membahayakan negara kolong tersebut.

2)      Teori Negara Berdaulat di Ruang Udara (The Air Souvereignity Theory)

Penganut teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga aliran yaitu :

a.       Negara kolong (subjacent state) berdaulat penuh hanya terhadap suatu ketinggian tertentu.

b.      Negara kolong berdaulat penuh, tetapi dibatasi oleh hak lintas damai (freedom of innocent passage) bagi navigasi pesawat udara asing.

c.       Negara kolong berdaulat penuh tanpa batas (up to the sky) .

b.        Beberapa Konvensi Hukum Udara

1)      Konvensi Paris (1919)

Awal abad ke 20 di Eropa balon-balon udara bebas berterbangan dari negara satu ke negara lain, tergantung arah angin bertiup. Tahun 1909 Bleriot, seorang Prancis bahkan melakukan pnerbangan yang menggemparkan, yakni melintasi Selat Calais dan mendarat di Inggris. Prancis merasa terganggu dengan adanya balon-balon bebas yang melintas maupun mendarat bebas di negerinya, sejak tahun 1908 mulai mempermasalahkannya. Ketika permintaannya agar pihak militer Jerman menertibkan para penerbangannya tidak ditanggapi, Perancis lalu mengundang sejumlah negara Erropa untuk membicarakannya.

2)      Konvensi Chiacago

Menjelang Perang Dunia II sejumlah maskapai penerbangan milik Belanda dapat dikatakan telah menguasai jaringan penerbangan komersial d seluruh dunia. Sementara itu, keunggulan AU sekutu selama perang dunia II, nampaknya membuat merekan ingin mengatur kembali konvensi sesuai dengan kepentingan mereka. Niat itu mendorong diselenggarakannya Konvensi di Chicago tahun 1944.

Polemik diseputar kedaulatan negara dan masalah ruang udara (air space) rumusan Konvensi Chicago 1994 itu melahirkan beberapa teori tentang kedaulatan negara diruang udara sebagai berikut :

a.       Penafsiran Ruang Udara Negara Secara Logika Yuridhis

Dua hal yang disoroti oleh teori ini, yang pertama istilah airspace, dan kedua aircraft. Kedua istilah itu ternyata menimbulkan banyak penafsiran khususnya terkait dengan batas ketinggian dan kedaulatan negara di ruang udara.

b.      Teori Penguasaan Cooper (Cooper’s Control Theory)

Tahun 1951 Cooper mengajukan teori bahwa kedaulatan negara di ruang udara ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan dalam menguasai ruang udara yang ada di atas wilayahnya. Alesannya, jiwa dan isi Konvensi Chicago 1944 tidak pernah membatasi perluasan kedaulatan negara di ruang udara sampai ke daerah “di atas” atmosfir.

c.       Teori Ruang Udara Schater (Schachter’s Air Space Theory)

Menurut Schater, kedaulatan negara diruang udara hanya terbatas di daerah dimana penerbangan dapat dilakukan dengan pesawat udara yang dikemudikan oleh manusia (navigable airspace).

d.      Penafsiran Kedaulatan Negara Pasca-Sputnik I

Tanggal 4 Oktober 1957 dunia digemparkan oleh keberhasilan Uni Soviet meluncurkan pesawat Sputnik I ke ruang angkasa. Kejadian itu menambah keyakinan bahwa suatu saat manusia akan sanggup melakukan penerbangan antar planet. Perubahan paradigma tersebut memunculkan berbagai pendapat atau teori sebagai berikut :

-          Teori Bin Cheng

Yang membagi ruang penerbangan (flight space) secara fisik menjadi dua, yaitu ruang udara (air space) dan ruang angkasa (outher space)

-          Teori Cooper

Merevisi pendapatnya terdahulu, Cooper membagi ruang udara menjadi tiga zone, yaitu : pertama ruang udara (airspace) atau ruang udara teritorial, yang kedua ruang udara tambahan (contiguous airspace), dan ketiga yaitu ruang bebas bagi segala macam penerbangan oleh negara manapun.

-          Mc Dougal yang berpendapat bahwa hapir sama dengan Cooper menyarankan adanya konsep jalan tengah.

-          Jessup dan Taubenfeld. Dua tokoh ini mengemukakan adanya dua cara untuk mengukur luas wilayah kedaulatan di ruang udara, yaitu :

·         Model Kerucut, yakni dengan menarik garis lurus dari titik pusat bumi melalui perbatasan negara di daratan lurus ke angkasa.

·         Model Cerobong, yaitu dengan cara menarik garis-garis yang sejajar dengan garis lurus yang ditarik dari pusat bumi ke titik pusat di wilayah negara melalui perbatasan-perbatasan negara di daratan dan lautan menuju ke angkasa.

-          Haley’s Unanimity Theory berkeyakinan bahwa hukum selalu mendahului manusia di angkasa.

-          Pepin, Goedhuis dan Aaranson berpendapat bahwa untuk menetapkan istilah ruang udara perlu ditentukan perbatasan antara ruang udara dan ruang angkasa.

4.      Perjuangan RI Menegakkan Kedaulatan Negara di GSO

Setelah peluncura satelit telekomunikasi Palapa A-1 di tahun 1976 di susul oleh satelit-satelit generasi selanjutnya secara berkesinambungan, maka Indonesia mulai memasuki era pemanfaatan teknologi ruang angkasa yang saat ini penting arinya bagi perwujudan Doktrin Nusantara. Satelit tersebut di tempatkan pada satu orbit yang di sebut GSO . hanya di GSO inilah satelit bisa berfungsi, di liar itu satelit tidak berfungsi. Secara teknis GSO merupakan sumber daya alam yang terbatas (limites natural resources), karena hanya dapat ditempati oleh benda-benda angkasa dalam jumlah terbatas. Untuk mengukuhkan integritas kedaulatan wilayah di GSO, Indonesia telah melakukan beberapa upaya antara lain melalui :

a.       Deklarasi Bogota 1976

Dalam pertemuan di Bogota, Klumbia tahun 1976 yang dihadiri oleh 7 negara khatulistiwa dicapai kesepakatan yang kemudian di tuangkan dalam satu deklarasi. Intinya mereka mengajukan atas GSO diatas wilayah teritorial mereka. Tuntutan itu bukan bersifat kewilayahan (territorial claim), tetapi sebagai reaksi terhadap ketidakadilan dalam pemanfaatan GSO.

b.      Pertemuan Quito (Ekuador) 1982

Pertemuan ini tidak berhasil mengeluarkan suatu deklaraso, tetapi hanya final minutes yang terdiri dari 6 prinsip, antara lain bahwa tuntutan negara-negara khatulistiwa terrhadap GSO merupakan tuntutan “hak-hak kelangsungan hidup” yang harus dilaksanakan melalui penerapan prinsip hukum sui generis bagi GSO.

c.       Konferensi Unispace II Tahun 1982

Dalam konferensi Unispace II di Wina tahun 1982, negara-negara katulistiwa kembali mengusulkan dibentuknya rejim hukum sui generis bagi GSO dibawah pengaturan PBB atau ITU serta diberikannya hak berdaulat atas GSO bagi mereka.

d.      Pertemuan Nairobi 1982

Dalam pertemuan ITU di Nairobi, Kenya, rumusan pasal 32 (2) Konvensi ITU 1973 diubah dan dinyatakan bahwa dalam rangka pemanfaatan GSO secara lebih efektif dan ekonomis harus senantiasa memperhatikan negara-negara yang membutuhkan bantuan, negara yang sedang berkembang dan negara khusus katulistiwa.

e.       Pertemuan Sub Komite Hukum UN-COPUOS 1983, 1984, dan 1985

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan Unispace II 1982 di Wina. Di situ dibahas masalah pengaturan GSO melalui rezim hukum sui generis dengan menganalogikannya pada rejim ZEE dalam hukum laut.

f.        World Administrative Radio Conference 1985

Pertemuan ini membahas apriori planning dalam pemanfaatan GSO, yaitu suatu upaya yang memungkinkan setiap negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemanfaatan GSO tanpa memandang tingkat perkembangan ekonomi maupun IPTEK-nya. Tanggal 26 November 1979 Indonesia mengeluarkan kebijakan yang dikenal sebagai “Posisi Dasar RI 1979” yang berisi :

1)      Pengakuan bahwa GSO merupakan sumber daya alam terbatas yang memiliki ciri-ciri khusus.

2)      Pengakuan hak berdaulat negara-negara khatulistiwa.

3)      Hak berdaulat tersebut hanya untuk tujuan yang ditentukan misalnya, untuk kepentingan rakyat negara khatulistiwa dan masyarakat internasional, untuk mencegah kejenuhan GSO, dan untuk mencegah akibat yang dapat merugikan kepentingan negara katulistiwa.

4)      Transit bebas untuk satelit-satelit yang telah disetujui ITU dalam penerbangan gravitasi diluar GSO.

C.     Ajaran Dasar Wawasan Nusantara

1.      Pengertian Wawasan Nusantara

Dilatarbelakangi oleh teori tentang wawasan, falsafah Pancasila, aspek kewilayahan, sosial budaya dan kesejarahan, maka muncul berbagai rumusan tentang konsepsi Wawasan Nusantara sebagai berikut :

a.       Berdasarkan TAP MPR RI Tahun 1993 dan 1999 tentang GBHN, wawasan nusantara ialah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta wilayah.

b.      Menurut Prof. Dr. Wan Usman (Ketua Program S-2 PKN UI) wawasan nusantara ialah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara dengan semua aspek kehidupan yang beragam.

c.       Menurut Kelopok Kerja Wawasan Nusantara dari Lemhannas tahun 1999, wawasan nusantara ialah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis.

d.      Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik bangsa Indonesia adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap mengormati kebhinekaan dalam setiap aspek.

2.      Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara

Konsepsi wawasan nusantara terdiri dari tiga unsur dasar, yaitu wadah (contour), isi (content), dan tata laku (conduct) yang ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut,

a.       Wadah (contour)  

Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ialah seluruh “Tanah Tumpah Darah”. Wawasan nusantara sebagai wadah memiliki tiga komponen, yaitu wujud wilayah, tata inti organisasi dan tata kelengkapan organisasi.

b.      Isi (content)

Isi wawasan nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya, yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang terpadu.

c.       Tata Laku (conduct)

Tata laku wawasan nusantara mencakup dua segi yaitu, tata laku batiniah untuk membentuk sikap mental bangsa, yang meliputi cipta, rasa dan krasa. Dan tata laku lahiriah yang merupakan kekuatan utuh, dalam arti kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan antara ucapan dan perbuatan.

3.      Hakikat Wawasan Nusantara

Hakikat wawasan nusantara ialah “keutuhan nusantara atau nasional”, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh dan menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.

4.      Asas Wawasan Nusantara

Asas wawasan nusantara ialah ketemtuan atau kaidah dasar yang harus dipatuhui, ditaati, dipelihara dan diciptakan, demi ketaatan setiap komponen dan unsur pembentuk bangsa (suku atau golongan) terhadap kesepakatan bersama. Adapun rinciannya ialah kepentingan yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerjasama, dan kesetiaan kepada kesepakatan bersama.

5.      Arah Pandang

Dengan latar belakang budaya, sejarah serta kondisi dan konstelasi geografi dan lingkungan strategis, maka wawasan nusantara mempunyai dua arah pandang yaitu arah pandang kedalam  yang bertujuan menjamin perwujudan persatuan segenap aspek kehidupan nasional baik alamiah maupun sosial. Arah pandang ke luar ditunjukan untuk terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah.

6.      Kedudukam, Fungsi dan Tujuan

a.       Kedudukan

1)      Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia adalah suatu ajaran yang diyakini keberadaannya oleh seluruh rakyat.

2)      Wawasan nasional dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya yaitu pancasila sebagai falsafah dan ideologi nasional, UUD 1945 berkedudukan sebagai Konstitusional, wawasan nasional sebagai visi nasional, ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional, dan GBHNsebagai politik dan strategi nasional.

b.      Fungsi

Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijakan, keputusan tindakan dan perbuatan, baik bagi penyelenggara negara tingkat pusat dan daerah, maupun bagi seluruh rakyat atau masyarakat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

c.       Tujuan

Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang/aspek kehidupan rakyat Indonesia, demi tercapainya tujuan nasional.

D.    Implementasi Wawasan Nusantara

Sebagai cara pandang dan visi nasional, wawasan nusantara harus dijadikan arahan, pedoman, acuan, dan tuntunan bagi setiap individu bangsa Indonesia. oleh karena itu, implementasinya harus tercermin pada pola pikir, sikap, dan tindakan yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

1.      Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila

Falsafah pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa yang sesuai dengan aspirasinya. Dengan demikian, wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional guna menjamin persatuan, kesatuan dan keutuhan bangsa serta untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.

2.      Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional

a.       Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik

1)      Kebulatan wilayah dengan segala isinya merupakan modal dan milik bersama bangsa Indonesia.

2)      Keanekaragaman suku, budaya, bahasa daerah, dan agama yang dianut, tetap dalam kesatuan Indonesia.

3)      Secara psikologis bangsa Indonesia merasa satu persaudaraan, senasib, dan sepenanggungan, sebangsa dan setanah air untuk mencapai cita-cita yang sama.

4)      Pancasila merupakan falsafah dan ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang membimbing ke arah dan tujuan dan cita-cita yang sama.

5)      Kehidupan politik di seluruh wilayah nusantara merupakan sistem hukum nasional.

6)      Seluruh kepulauan nusantara bersama bangsa-bangsa lain menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.

b.      Perwujudan kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan ekonomi

1)      Kekayaan wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa.

2)      Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah.

3)      Kehidupan perekonomian diseluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.

 

c.       Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya

1)      Masyarakat Indonesia adalah satu bangsa yang harus memiliki kehidupan serasi dengan tingkat kemajuan yang merata dan seimbang.

2)      Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa.

d.      Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan keamanan

1)      Ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.

2)      Tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.

3.      Penerapan Wawasan Nusantara

a.       Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan Wawasan Nusantara ialah diterimanya konsepsi Wawasa Nusantara di forum internasional, sehingga integritas wilayah teritorial Indonesia terjamin.

b.      Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup itu menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.

c.       Pertambahan luas wilayah itu dapat diterima oleh dunia Internasional termasuk negara-negara tetangga.

d.      Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan nasional diberbagai bidang tampak pada berbagai proyek sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi

e.       Penerapan dibidang sosial budaya terlihat pada kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika tetap merasa sebangsa, setanah air, senasib sepenanggungan denga asas Pancasila.

f.        Penerapan wawasan nusantara dibidang Hankam terlihat pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh rakyat.

4.      Hubungan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional

Dalam proses pembangunan nasional, bangsa Indonesia akan dihadapkan pada berbagai kendala dan ancaman. Untuk mengatasinya perlu dibangun suatu kondisi kehidupan nasional yang disebut Ketahanan Nasional. Wawasan Nusantara sebagai pedoman bagi pencapaian tujuan nasional, tidak akan ada artinya jika tanpa didukung oleh Ketahanan Nasional yang tangguh. Oleh karena itu diperlukan suatu konsepsi Ketahanan Nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar