Kali ini saya akan mengajak kalian untuk memahami kurang lebih sedikit dari mata kuliah fonologi yang berkaitan dengan kebahasaan. Sebagai contoh permasalahan yang terkait dengan data bahasa yaitu karena adanya pengaruh dari bahasa ibu yang sering digunakan dalan kehidupan sehari-hari, sehingga pengucapannya antara bahasa indonesia dengan bahasa ibu sedikit bergeser. Terutama pada konteks bahasa jawa yang sering terjadi permasalahan bahasa dengan bahasa indonesia. Tidak hanya dengan bahasa ibu, analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar b2 (termasuk bahasa asing). Dengan demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari b2 atau bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna. Bahasa yang digunakan itu berwujud kata, kalimat, dan makna yang mendukungnya. Kata dan kalimat berunsurkan bunyi-bunyi yang membedakan yang disebut fonem. Permasalahan ini sangat memerlukan ilmu bantu fonologi, karena fonologi itu menyelidiki bunyi-bunyi bahasa suatu bahasa mempunyai fungsi yang besar dalam hal menciptakan tanda-tanda/lambang-lambang yang menyatakan bunyi ujaran. Lambang-lambang bunyi ujaran itu disebut huruf, sedangkan aturan penulisan huruf itu disebut ejaan. Oleh karena itu, permasalahan yang ada baik itu karena b2 (bahasa indonesia dengan bahasa ibu) ataupun dengan bahasa asing dapat dikaji dengan ilmu fonologi. Contoh permasalahannya yaitu dalam bahasa indonesia kata “putih” itu artinya warna dasar yang serupa dengan warna kapas, namun biasanya orang Jawa mengucapkan kata putih ini dengan kalimat “puteh” walaupun pengucapannya beda namun artinya tetap sama. Kajian yang seperti ini memerlukan ilmu bantu fonologi karena fonologi itu ilmu yang mempelajari tentang perbendaharaan bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan distribusinya. Dan fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia. Maka dari itu permasalahan yang berkaitan dengan kata bahasa indonesia memerlukan ilmu bantu fonologi.
2. a. Gugus konsonan :
Konsonan-konsonan
yang berada dalam satu gugus di dalam bahasa Indonesia sebagian besar berupa
nasal dengan hambatan, paduan, atau paduan yang sealat.
Contoh:
m-p à Tampil,
Sampan, Tampan, Tambal.
n-t à Tinta,
Cinta, Pinta.
Gugus
konsonan diawali p àtaptu
Gugus
konsonan diawali b àabdi
Gugus
konsonan diawali t àsatwa
Gugus konsonan diawali d àadven
Kelompok
Konsonan :
Bahasa Indonesia tidak mengenal
kelompok konsonan, kata-kata asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia yang di
dalamnya mengandung kelompok konsonan. Kelompok konsonan tersebut dipisahkan
melalui suara bakti.Contoh: ‘e’ à putra : putera; sutera : sutra.
Ada juga
yang tetap dipertahankan.
Plastik, Ambrol,
Praktek.
§ Kelompok L :
plastik, amblas, atlas.
§ Kelompok R :
prasangka, ambruk, drama.
§ Kelompok W: dwiwarna,swakarya,
kwalitas.
§ Kelompok T :
stasiun, stand.
b. Gugus vokal ialah deretan dua vokal atau lebih
yang masing-masing membentuk suku kata tersendiri, sedangkan diftong
adalah deretan vokal yang bersama-sama yang membentuk satu puncak suku kata. Gugus
vokal merupakan deretan vokal yang masing-masing mempunyai ciri silabis,
sedangkan diftong adalah deretan vokal yang hanya salah satu saja yang
memiliki ciri silabis, lainnya bersifat transilabis.
Contoh
permasalahan diftong yaitu bunyi [aw]
pada kata harimau merupakan diftong, grafem <au> pada suku kata –mau
tidak dapat dipisahkan menjadi ma-u. sehingga nanti kalau dipisah akan
beda makna atau artinya. Diftong
berbeda dengan deretan vokal, karena dalam deretan vokal dua vokal dapat
dipisahkan dalam dua suku kata yang berbeda, contohnya main → ma-in. Demikian
pula halnya dengan deretan huruf vokal <ai> pada kata "sungai".
Deretan huruf vokal itu melambangkan bunyi diftong /ay/ yang merupakan inti
suku kata "-ngai". Sedangkan
contoh permasalahan gugus yaitu: Bunyi [pr] pada kata
"praktik" adalah gugus konsonan, tetapi [kt]
pada kata yang sama itu bukanlah gugus konsonan. Pemisahan bunyi pada kata itu
adalah prak·tik. Dengan contoh di atas jelaslah bawha tidak semua
deretan konsonan itu selalu membentuk gugus konsonan. Dalam bahasa Indonesia
cukup banyak kata yang memiliki dua konsonan yang berdampingan, namun belum
tentu deretan itu merupakan gugus konsonan. Contoh lain dari deretan dua
konsonan yang bukan gugus konsonan adalah "cipta",
"aksi",
dan "harga".
3. Manfaat
pembelajaran fonologi yaitu :
a)
Dapat
mengetahui segala macam bentuk variasi bahasa ucapan sebuah kata, yang dimiliki
oleh setiap bahasa. Indonesia yang memiliki banyak bahasa daerah menjadi daya
tarik tersendiri dalam mempelajari fonologi.
Contohnya
dalam kata “titik”. Pada bagian ‘…tik’ itu bisa diucapkan “Tit/ek”
oleh orang Banjarnegara (ngapak), “Titik” oleh orang Jakarta. “Wedus” à “ Wedos”
orang Jawa, “Wedus” orang Jakarta, “W/edus” orang Batak.
b)
Dapat
menjadi bahan kajian penelitian bahasa, karena banyak daerah pedalaman
Indonesia yang bahasa aslinya itu mungkin belum dipelajari dan diketahui oleh
orang luas. Contohnya meneliti tentang bahasa yang ada di Tanah Lamaholot, NTT.
c)
Menjadi
salah satu kajian yang sosiologis, karena penguraian bahasa dilakukan melalui
alat ucap manusia. Contohnya, saat kita mempelajari suatu bahasa daerah yang
ada di Indonesia, tentulah secara tidak langsung kita akan mempelajari tentang
keadaan sosiologis kelompok itu, karena kita akan mempelajari alat ucap manusia
yang merupakan mahluk sosial.
d)
Dapat
mengetahui perkembangan bahasa, karena fonologi bersifat dinamis yang
memerlukan pengalaman terlebih dahulu. Contohnya, saat kita mempelajari
fonologi, tentu kita akan melakukan pengamatan dengan basis mengambil
kesimpulan dari hasil pengamatan. Itulah yang disebut dengan pengalaman. Secara
tidak langsung, kita akan mengetahui perkembangan bahasa minimal melalui
pengamatan dan pengalaman kita sendiri.
e) Dapat menulis dengan baik, karena menulis berawal dari unsur bunyi. Kita dapat menulis jika sudah tahu bagaimana bunyinya melalui ucapan kita. Contohnya, saat kita sudah mengucapkan dan mengerti “Tahu”, maka dengan mudah kita akan menulis “T-a-h-u”.
4. Fonologi
mempunyai dua cabang kajian:
Pertama, fonetik
yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa
direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja
organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Chaer
(2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis
fonetik, yaitu:
a)
fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi,
mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam
menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Contoh
bunyi [p] terjadi pada kedua belah bibir(bibir atas dan bibir bawah), sehingga
tempat artikulasinya disebut bilabial.
b)
fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau
fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan
intensitasnya.
c)
fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi
bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga
jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah
fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah
bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan
fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris
berkenaan dengan bidang kedokteran.
Kedua, fonemik yaitu kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
5. Permasalahan yang berkait dengan dua bentuk bersaing
contohnya:
a)
MENYOLOK atau
MENCOLOK?
b)
MENYUKSESKAN atau
MENSUKSESKAN?
c)
MENYUBSIDI atau
MENSUBSIDI?
Untuk
menjawabnya, kita perlu mengetahui kata dasar dari bentuk jadian tersebut. Caranya
dengan melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemudian ingat kaidah dasar:
-
Bentuk dasar yang berawalan k, p, t, s bila mendapat imbuhan me-akan luluh.
-
Bentuk dasar seperti di atas tidak luluh bila berasal dari bahasa
asing yang belum diadaptasikan atau belum diadopsi dan masih dianggap asing
bagi bahasa Indonesia.
Maka
dapat disimpulkan bahwa kata a) “colok” itu berasal dari bahasa Indonesia yang
berarti juga menusuk, maka kata baku dari “colok” yaitu mencolok
sedangkan tidak bakunya yaitu menyolok. b) kata “sukses” itu berasal
dari bahasa inggris “succsess” sehingga kata “sukses” itu bentuknya mensukseskan bukan menyukseskan. Begitu pula kata
c) “subsidi” yang merupakan kata asing yang juga dipakaidalam bahasa Indonesia
sehingga bentuk jadiannya pun “mensubsidi” bukan “menyubsidi”.
Dari pernyataan di atas mengenai fonologi, kita belajar bahwa bahasa tidak hanya sekedar untuk diucapkan atau didengarkan namun juga untuk dipelajari karena salah satu huruf saja dapat mengakibatkan kefatalan baik dari segi makna, arti maupun persepsi. okay, lain waktu kita akan belajar mengenai persepsi ya guys supaya kita tahu bahwa bahasa memang sangat penting, bahasa apapun itu karena bahasa merupakan alat untuk para manusia berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar